Denpasar – Untuk meraih mimpi-mimpi dengan adanya agensi, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menjaring klien-klien untuk kesejahteraan para anggota, dengan melakukan Focused Group Discussion (FGD) on Quality Media and Advertising Agency.
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) diharapkan mampu sebagai penyalur konten-konten berita yang berkualitas. Tentunya yang jauh dari berita bohong atau hoax. Hal tersebut diungkapkan oleh Bendahara Umum AMSI, Mariadi dalam kegiatan Media Empowerment for Democratic Integrity and Accountability (MEDIA) TOR FGD on Quality Media Advertising Agency Bali di Baris Room, Grand Inna Bali Beach, Denpasar, Rabu (27/10/21).
Kegiatan tersebut digelar dengan empat rangkaian, mulai dari Jakarta, Makasar, Surabaya, dan Bali. Sejak awal berdiri, keinginan tahun 2017 deklarasi AMSI harus menghadirkan media dengan konten berkualias tidak hoaks.
“Melihat tingkat hoaks cukup parah. Hasil riset, media sosial mempunyai tingkat kepercayaan tinggi daripada media mainstream. Seiring pertumbuhan, masyarakat melihat media sosial banyak hoaks dan memverifikasinya di media mainstream,” jelasnya.
Dalam konteks yang lain, sejatinya iklan di media digital tumbuh pesat angkanya, yaitu menurut Mariadi data terakhir sampai Rp 18 T. Namun yang menikmati bukan media, lebih banyak OTT seperti google maupun youtube. Perkembangannya, media makin terdesak dengan iklan yang kecil dan pandemi.
“Ketika pandemi, otomatis belanja-belanja iklan dikurangi oleh brand dan menyulitkan media.
Persoalan penting, iklan tidak selalu menyasar media yang menjalankan dengan benar. Catatan dewan pers, jumlah media 43 ribu. Naik menjadi 75 ribu. Makin banyak media, persaingan makin ketat, terutama di traffic,” sambungnya.
Ia juga menyampaikan banyak media tidak benar memproduksi konten dengan hak cipta, judul bombastis, hoaks, tidak pernah menguji informasi dan tidak sesuai kode etik. Banyak stakeholder harus melihat ini, bahwa bagaimana konten dihasilkan.
Indonesia adalah rimba frekuensi, orang bisa buka lapak dimana saja, media online di Indonesia memiliki kekuatan dan tumpuan bagi jutaan orang untuk mendapatkan akses informasi dan hiburan.
Pertumbuhan industri media saat ini semakin menggurita. Dan berafiliasi dengan kepentingan politik yang rawan menyalahgunakan frekuensi untuk kepentingannya.
Dalam kesempatan itu ia menyebutkan situasinya memprihatinkan. Sebab di sejumlah daerah ada laporan pemda memberi kerjasama bukan berdasarkan kualitas, hanya berdasarkan kedekatan.
“Ini yang melatarbelakangi. Untuk memberi konten yang baik, mesti didukung pendapatan yang bagus. Pengeluarannya, poin-poin bagus, kedepannya membuat institusi atau lembaga yang bisa menjembatani,” tandasnya.(Agus Nugroho)