Kejagung Bersih-bersih Kasus Korupsi, Pengamat Pukat UGM Bilang Begini

Pengamat PUKAT UGM Zaenur Rohman memberi apresiasi positif atas kinerja Kejagung yang bagus itu, tapi juga masih ada catatan bahwa institusi ini juga belum bisa bersih dari korupsi

9 November 2024, 06:36 WIB

Yogyakarta – Aksi bersih-bersih kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung mendapat apresiasi dari
pengamat Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Zaenur Rohman namun dia memberi catatan jika intitusi Kejagung juga belum bersih dari korupsi.

Kata Zainul Rohman, apresiasi positif disampaikan atas langkah Kejaksaan Agung yang kini sedang mendalami banyak kasus dugaan korupsi dua diantaranya kasus suap hakim yang memvonis bebas terdakwa Ronald Tanur dan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016 oleh Tom lembong.

“Apresiasi positif dialamatkan atas kinerja Kejagung yang bagus itu, tapi juga masih ada catatan bahwa institusi ini juga belum bisa bersih dari korupsi,” kata Zainul Rohman, Peneliti Pukat FH UGM, Jumat 8 November 2024.

Artinya, ketika intitusinya belum bersih dari korupsi,maka agenda untuk membersihkan kejaksaan agung dari tikus-tikus internal mereka itu menjadi sangat penting.

“Dan sejauh ini kan memang belum ada program pemerintah secara khusus,” katanya menambahkan.

Kata dia, saat ini Kejagung itu memang membaik dari aspek kinerja memberantas kejahatan korupsi.

“Kami apresiasi betul berhasil mengungkap kasus-kasus besar yang merugikan keuangan negara sangat besar juga relatif kompleks kasusnya,” imbuh Zainul Rohman.

Ia menilai, pengungkapan korupsi sebelumnya juga cukup bagus salah satunya pemeberantasan korupsi minyak kelapa sawit.

“Tapi apakah ini jauh lebih baik sekarang dari kemarin ? Kemarin saja sudah bagus karena kasusnya Jiwasraya hingga kasus minyak sawit,” tandasnya.

Sekarang Kejagung melanjutkan tren positifnya dengan mengungkap suap terhadap majelis hakim yang membebaskan Ronald Tanur dilanjutkan dengan mengungkap kasus Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.

“Saya kira itu tren positif yang harus dijaga, tapi saya pikir sekiranya saya katakan bukan berarti ada peningkatan secara drastis ya tidak. Memang Kejagung itu ya trennya meningkat,” sambungnya.

Kendati demikian, Zaenul memberi catatan kepada Pemerintahan era Prabowo – Gibran agar membuat program secara khusus untuk membuktikan komitmennya dalam pemberantasan korupsi melalui kebijakan yang nyata.

Menurutnya, yang ideal adalah Kejagung terus diberikan support atau dukungan apresiasi terhadap kinerja mereka yang baik dan juga disertai dengan reformasi di internalnya.

“Misalnya dukungan kelembagaan dari pemerintah mengenai kesejahteraan bagi Insan Kejaksaan Agung. Dan yang kedua yaitu bagaimana cara rekrutmen pembinaan, promosi, mutasi, demosi, dan pengawasan ya itu kan juga menjadi tugas-tugas yang penting gitu ya,” imbuh Zainul Rohman.

Untuk itu, pihaknya meminta Presiden Prabowo memgembalikan marwah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang independen. Hal ini mengingat, Kejagung meruoakan lembaga yang bukan independen, karena itu ia khawatir Kejagung mudah diintervensi oleh kekuasaan.

“Yang masih menjadi keraguan bagi sebagian pihak adalah soal independensi ini,” tukas dia.

Jadi, tetap membutuhkan satu lembaga anti korupsi yang independen atau tidak bisa di isi oleh kekuasaan manapun, kenapa penting seperti itu? Karena kalau Kejaksaan itu masih ada di Pemerintah sehingga tidak ada jaminan 100% bahwa Kejaksaan ini tidak akan diintervensi oleh kekuasaan.

Namun, jika punya lembaga pemberantas korupsi yang bersifat independen, maka siapapun yang melakukan korupsi akan ditindak lanjutin, tidak peduli apakah dia bagian dari koalisi atau oposisi.

“Maka dia akan melakukan tugas pemberantasan korupsi,” jelasnya lagi.

Cara mengembalikan marwah independen KPK, yaitu dengan memasukkan sekaligus revisi Undang-Undang KPK ke dalam prolegnas (program legislatif nasional).

Diharapkan, lembaga yang independen itu harusnya adalah KPK, tetapi KPK saat ini tidak independen yairu dibawah kekuasaan eksekutif, sehingga dibutuhkan revisi undang-undang KPK.

“Dan revisi UU KPK itu harusnya masuk dalam prolegnas. Tidak hanya RUU KPK, RUU perampasan aset dan pembatasan transaksi uang kartal juga dimasukkan, tapi sayangnya ketiga-tiganya saat ini malah tidak ada dalam proyek itu, sehingga kami mempertanyakan komitmen pemberantasan korupsi oleh Presiden Prabowo baru sebatas retorika lisan belum dituangkan dalam kebijakan nyata itu yang memang sampai sekarang masih kami pertanyaan,” tanyanya.

Dari beberapa pernyataannya itulah, ia menyimpulkan tidak ada perbedaan antara pemberantasan korupsi di era Jokowi dengan era Prabowo, termasuk KPK sebagai lembaga independen tidak ada harga dirinya.

“Sejauh ini saya katakan masih sama saja antara situasi korupsi masa Presiden Jokowi dengan Prabowo,” katanya menegaskan.

Sekali lagi, tanpa revisi undang-undang KPK, maka KPK tetap akan dipengaruhi oleh kekuasaan.

“Sehingga saya katakan sejauh ini belum ada angin segar untuk mengatakan bahwa KPK ini akan kembali independen sehingga bisa memberantas korupsi secara efektif,” imbuhnya. ***

Berita Lainnya

Terkini