Jakarta – Konsep penangkapan ikan terukur diterapkan Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mengelola sumber daya perikanan di wilayah
Indonesia.
Ketua Tim Pelaksana Unit Kerja Menteri Kelautan dan Perikanan Annastasia Rita
Tisiana menjelaskan, konsep ini,akan bisa menjaga ekosistem laut dan pesisir
yang sehat dan produktif.
“Bisa menjadikan Indonesia lebih makmur dari sisi ekonomi maupun sosial,”
tuturnya dalam siaran pers Selasa 27 Juli 2021.
Rita menjelaskan, penangkapan ikan terukur merupakan turunan dari prinsip
ekonomi biru, sebagaimana sering disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan
Sakti Wahyu Trenggono.
Pesan Menteri Trenggono, kegiatan ekonomi harus seimbang dengan ekologinya.
Setiap aktivitas di ruang laut, harus memperhatikan kesehatan lautnya.
Langkah pertama dalam menerapkan konsep ini, yakni KKP lebih dulu mengetahui
kesehatan stok ikan di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia (WPPNRI).
“Kemudian diatur jumlah ikan yang boleh ditangkap, jumlah kapal yang
menangkap, termasuk alat tangkapnya,” ujar Annastasia dalam forum Bincang
Bahari KKP bertajuk ‘Tata Kelola Penangkapan Ikan untuk Indonesia Makmur’.
Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini menambahkan, konsep penangkapan
ikan terukur bertujuan pemerataan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan
pembangunan.
“Sebab nantinya pendaratan ikan tidak lagi berpusat di Pulau Jawa melainkan di
pelabuhan-pelabuhan yang sudah ditentukan,” sebut dia.
Pihaknya tengah menyiapkan infrastruktur pendukung termasuk ekosistem industri
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Iinfrastruktur skemanya melalui perbaikan
fasilitas pelabuhan yang sudah ada dan membangun pelabuhan baru.
Terjadinya ketimpangan wilayah akan diatur dengan penangkapan terukur ini.
Enam wilayah WPPNRI yang diberikan kepada fishing industries dimana lokasi
tersebut menurut hitungan kami bersama Komnas Kajiskan, tidak ada terjadi
overfishing, karena jumlah armada dan produksinya masih jauh di bawah jumlah
penangkapan yang diperbolehkan.
Dengan penangkapan terukur, di mana kapal menangkap harus stay di sana.
“Kenapa? Karena ini juga akan meningkatkan efiesiensi juga karena dari wilayah
penangkapan ke pelabuhan menjadi lebih dekat,” ujar Zaini.
Permen KP Nomor 18 Tahun 2021 yang menjadi salah satu terjemahan dari
penangkapan ikan terukur dalam bentuk kebijakan. Permen tersebut tidak hanya
untuk kepentingan ekologi dan ekonomi, tapi juga menekan terjadinya konflik
sosial di tengah masyarakat hingga menjaga kedaulatan negara.
Beberapa poin penting dalam Permen KP 18/2021 meliputi alat penangkapan ikan
(API) yang dilarang meliputi, kelompok jaring hela yang terdiri atas pukat
hela dasar berpalang, pukat hela dasar udang, pukat hela kembar berpapan,
pukat hela dasar dua kapal, pukat hela pertengahan dua kapal dan pukat ikan.
Kemudian kelompok API jaring tarik terdiri atas dogol, pair seine, cantrang,
dan lampara dasar.
Selanjutnya kelompok API perangkap terdiri atas perangkap ikan peloncat dan
kelompok API lainnya terdiri atas muro ami. Penggunaan alat tangkap yang
dilarang tersebut selama ini juga ditolak oleh sejumlah nelayan.
Kata dia, Permen ini juga menjawab kekosongan hukum. Kapal-kapal di bawah 30
GT itukan tadinya di bawah 12 mil.
“Nah sekarang bagaimana kalau mau naik? Naik ke 12 mil boleh, tapi harus minta
izin ke pemerintah pusat supaya bisa dilindungi. Sehingga dia punya kepastian
hukum dan izin yang pasti. Kemudian kapal 30 ke atas tidak boleh turun di zona
12 mil ke bawah,” terang Zaini. (rhm)