Yogyakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta menerima kunjungan kerja dari berbagai pihak, termasuk The Asia Foundation, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Australia, Bappenas RI, dan LKIS.
Kunjungan ini merupakan bagian dari program “Ketahanan Demokrasi di Pilkada Kota Yogyakarta” yang dilaksanakan pada Kamis (13/2/2025).
Dalam pertemuan tersebut, KPU Kota Yogyakarta berbagi pengalaman terkait pendidikan pemilih dan pendampingan bagi penyandang disabilitas selama pelaksanaan Pilkada Kota Yogyakarta.

Topik ini menjadi fokus utama karena kelompok disabilitas merupakan salah satu kelompok yang rentan dalam politik elektoral.
KPU Kota Yogyakarta berbagi cerita tentang refleksi pemilu dan pilkada di Kota Yogyakarta, yang didukung oleh Kementerian Luar Negeri Australia.
“Data menjadi dasar utama diskusi, dan bagaimana data tersebut menjadi tantangan ke depan bagi KPU untuk memperbaiki kondisi dengan tujuan memenuhi hak-hak disabilitas dan kelompok rentan lainnya,” ujar Noor Harsya Aryo Samudro, Ketua KPU Kota Yogyakarta, kepada media setelah pertemuan.
Harsya menjelaskan bahwa angka partisipasi pemilih disabilitas pada Pilkada 2024 mengalami penurunan dibandingkan dengan pemilihan sebelumnya. Meskipun demikian, Kota Yogyakarta mencatat partisipasi tertinggi di antara kabupaten/kota se-DIY dengan 1.068 pemilih disabilitas.
“Data kami menunjukkan ada sekitar 2.600-an pengguna disabilitas dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), namun hanya 1.068 yang menggunakan hak pilihnya. Ini merupakan pekerjaan rumah kita bersama untuk meningkatkan partisipasi pemilih disabilitas,” ungkap Harsya.
Harsya juga menyoroti adanya tantangan lain terkait partisipasi disabilitas, yaitu kurangnya partisipasi dari difabel mental dan difabel intelektual.
“Di TPS saya kemarin ada tiga warga yang mengidap mental atau intelektual. Satu di antaranya depresi berat dan tidak berani keluar rumah, sementara yang lain keluar rumah tapi tidak menggunakan hak pilihnya.
Tantangan ke depan adalah bagaimana berkomunikasi dan membuka diri dengan mereka bahwa mereka punya hak memilih,” jelas Harsya.
Perwakilan Kementerian Luar Negeri Australia, Ms. Emma Blanch, memberikan masukan agar KPU Kota Yogyakarta terus meningkatkan pelayanan pasca pemilu dan pilkada.
“KPU Kota Yogyakarta telah memiliki perspektif disabilitas dan inklusi. Kami berharap pelayanan pasca pemilu dan pilkada dapat terus ditingkatkan, bahkan tanpa dukungan anggaran,” kata Emma Blanch.
Emma Blanch juga menambahkan bahwa isu kelompok rentan dalam politik merupakan pekerjaan rumah jangka panjang, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Australia.
“Kami banyak belajar dari Indonesia, terutama dalam berdemokrasi. Tahun ini Australia juga akan melaksanakan pemilu. Isu kelompok rentan ini merupakan PR jangka panjang bagi kami juga,” ujarnya.
Emma Blanch mengapresiasi langkah KPU Kota Yogyakarta dalam menjaga inklusivitas pada pemilihan kepala daerah dan mendukung program inklusi di Kota Yogyakarta.
Sebagai informasi tambahan, sistem pemilihan umum Australia memberlakukan pemungutan suara wajib dan menggunakan pemungutan suara langsung dengan preferensi penuh di kursi beranggota tunggal untuk DPR dan pemungutan suara tunggal preferensial opsional yang dapat dipindahtangankan di Senat.
Pemilihan umum tersebut diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Australia. ***