KIPP Bahas Netralitas dan Profesionalitas Penyelenggara Adhoc dalam Pilkada Serentak

7 Maret 2017, 23:28 WIB

IMG 20170307 WA0029

JAKARTA – Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesua mengadakan NGOPI – Ngobrolin Pemilu Indonesia yang ketiga dengan fokus obrolan “Netralitas dan Profesionalitas Penyelenggara Adhoc dalam Penyelenggaraan Pilkada 2017”.

Tujuannya menyegarkan suasana dan membaca potensi perbaikan kedepan, NGOPI menghadirkan bitang tamu yaitu Hasyim Asy’ari (Komisioner KPU RI) dan Muhammad Afifuddin (Akademisi & Pegiat Pemilu).

Hasyim Asy’ari (KPU RI), menjelaskan keseluruhan tentang PPK, PPS, KPPS dan permasalahan yang dihadapi saat ini (penyelenggaraan pilkada serentak 2017). Selain itu, Hasyim memberikan solusi terkait wajah baru lembaga adhoc (PPK, PPS dan KPPS) kedepannya.

Sedangkan Muhammad Afifuddin (Dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah), diharapkan menjelaskan terkait permasalahan pengawas khususnya kerja-kerja Panwaslu Kabupaten/kota, Panwascam dan Pengawas TPS.

Menurut Hsyim, memang ada penyelengga ad hocyaitu PPK, PPS, KPPS dan bila di Papua ada penyelenggara distrik. Selain itu, ada juga PPDP yang akhir-akhir ini dihebohkan karena persoalan pemilih pada Pemilihan Gubernur danWakil Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta.

Hasyim mengatakan bahwa kita harus memikirkan bagaimana membangun atau menguatkan Penyelenggara Adhoc ?. Hasyim mendiskusikan Penyelenggara Adhoc ini tidak lepas dari tiga fokus : Recruitmen, Upgrading dan Control. Dalam hal rekruitmen, KPU melaksanakan dengan cara berjenjang dan melibatkan partisipasi Pemda dan Masyarakat.

Salah satu yang menjadi pusat perhatian adalah keikutsertaan Kepala Desa dalam pelaksanaan rekruitmen PPK dan PPS juga KPPS.

“Partisipasi ini untuk menyosialisasikan tahapan seleksi dan mendapatkan Penyelenggara Adhoc,” katanya di Jakarta, Selasa (7/3/17). Masalah saat ini menurut Hasyim bukan mencari siapa yang mau melaksanakan kerja-kerja penyelenggaraan.

Namun ketersediaan SDM untuk mengemban amanah penyelenggaraan pemilu itu sudah sulit ditemukan. “Maka ada beberapa penyelenggara yang sudah berkali-kali menjalani tugasnya. Tetapi, persoalan itu pun sudah diantisipasi dengan memuat masa periodesasi sampai dua kali penyelenggaraan,” sambungnya.

Sedangkan dalam hal upgradingatau pembekalan dan peningkatan kapasitas Penyelenggara adhoc ada yang harus diperhatikan. Selama ini, mengingat mereka yang sudah biasa menjadi PPK, PPS dan KPPS menganggap bimbingan teknis sama saja dengan yang sudah-sudah.

Padahal, regulasi baru membuat ada perubahan teknis walaupun itu tidak banyak berbeda dengan penyelenggara pemilu sebelumnya. Untuk mengurangi masalah pengetahuan terupdate, KPU juga membuat panduan berupa buku dan vidio di CD yang bisa di baca dan ditonton. Bahan-bahan ini juga bisa dibaca oleh semua pihak jika mau dan berkenan untuk melihat di portal KPU.

Di lain sisi, Muhammad Afifuddin (selanjutnya dipanggil Afif) mengatakan bahwa ada asumsi bahwa Penyelenggara adhocadalah orang yang bisa dibeli. “Walaupun hal ini perlu dibuktikan lebih lanjut. Kenapa? Karena kerja mereka singkat dan terkadang tidak memiliki ketakutan terhadap ‘kasalahan kecil’,” tukas Afif.

Afif mengapresiasi kehadiran Pengawas TPS. Tetapi masalahnya, apa target dari kehadiran Pengawas TPS disaat pungut hitung? Bayangkan perbedaan ini dengan kehadiran Pemantau di TPS. Para pemantau memilikichecklist yang melihat proses punguthitung dari pembukaan sampai selesai penghitungan suara.

“Seharusnya, saat TPS dibuka, Pengawas TPS langsung mengirim data pengawasan berjenjang ke Panwascam dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Kemudian direkapitulasi oleh Panwaslu untuk dikirim ke Bawaslu Provinsi dan dilanjutkan ke Bawaslu RI,” imbuhnya.

Sehingga, pada hari H sampai H+2, Bawaslu RI memiliki data perTPS terkait pengawasan dan rekomendasi kegiatan. Afif sepakat dengan keharusan upgradingpenyelenggara adhoc. Bawaslu harusnya memiliki Sop yang jelas atas keberadaan Pengawas TPS terkait tugas dan tujuannya.

Namun masalahnya, dengan beban kerja yang berat, kita kekurangan SDM untuk mendapatkan penyelenggara adhoc. Jadi, tidak adil juga bila kita mengritisi peran kerja penyelenggara adhoc tanpa melihat betapa beratnya kerja-kerja para penyelengara adhoc.

Afif mengingatkan agar ada penyederhanaan dalam beban kerja penyelenggara adhoc dan itu menjadi kewenangan KPU juga Bawaslu RI. (des)

Artikel Lainnya

Terkini