Kirab Panji Sumedanglarang, Jejak Historis 441 Tahun Kabupaten Sumedang

Event yang akan menjadi daya tarik pariwisata ini bakal digelar mulai 20-21 April di mana puncaknya, bertepatan saat Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Sumedang pada 22 April 2019.

18 April 2019, 10:55 WIB

Sumedang – Dalam menyemarakkan HUT ke- 441 tahun Kabupaten Sumedang Jawa Barat perhelatan bernuansa seni budaya siap digelar yakni Kirab Mahkota dan Panji Karaton Sumedanglarang.

Kegiatan yang diisi berbagai atraksi dan pementasan seni budaya itu, merupakan sebuah perjalanan napak tilas leluhur Sumedang dari Kerajaan Tembong Agung di Darmaraja ke Himbar Buana dan kemudian menjadi Sumedanglarang.

Napak tilas ini dilakukan sebagai upaya rekontruksi sejarah dalam proses pewarisan kepada generasi penerus Sumedang. Hal ini dilakukan setiap Bulan April sebagai peringatan hari jadi Sumedang yang saat ini menginjak usia ke 441.

Event yang akan menjadi daya tarik pariwisata ini bakal digelar mulai 20-21 April di mana puncaknya, bertepatan saat Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Sumedang pada 22 April 2019.

Dalam perjalanannya Tembong Agung di dirikan oleh Resi Agung yang kemudian berputra Prabu Guru Haji Aji Putih pada abad ke 7 Masehi.

Ketua III Dewan Kebudayaan Sumedang Edah Jubaedah menuturkan, Prabu Guru Haji Aji Putih ini berputra Batara Tuntang Buana yang kemudian dikenal sebagai Prabu Tajimalela.

“Beliau memindahkan kerajaan Tembong Agung menjadi Himbar Buana,” tutur Edah kepada Kabarnusa.com di sela persiapan menjelang kegiatan, Kamis (17/4/2019).

Dari sana dalam perjalanannya Himbar Buana berubah menjadi Sumedang larang yang secara harfiah diartikan Su berarti Bagus Medang berarti Luas dan Larang berarti Jarang Bandingannya.

“Jadi, bisa dimaknai Sumedanglarang adalah negara yang bagus luas dan jarang bandingannya,” sambung alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini.

Dia melanjutkan, pada waktu terjadi Burak Pajajaran yaitu penyerangan tentara Surasowan Banten ke Pakuan saat itu mahkota Binokasih diselamatkan oleh empat kandaga lante yang bernama Jaya Perkasa, Nangganan, Kondang Hapa dan Terong Peot.

Dikisahkan, empat kancaga lante ini berangkat menuju Sumedang dan akan menyerahkan mahkota itu kepada Kerajaan Sumedanglarang yang dianggap akan mampu meneruskan kerajaan Pajajaran.

Kala itu, di Sumedang bertepatan dengn pelantikan Prabu Geusan Ulun jadi Raja Sumedanglarang. “Saat itu bertepatan 22 April 1578 M. Sehingga tanggal inilah yang dipakai Kabupten Sumedang sebagai titi mangsa hari jadinya,” kata Edah menambahkan.

Mahkota Binokasih ini, dibuat di Kawali pada masa Raja Bunisora. Binokasih sebagai simbol kerajaan Sunda pada Masa Jayadewata menjadi Raja, mampu menyatukan kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh yang kemudian dirinya bergelar Prabu Siluwangi.

Karena Sumedang dianggap sebagai penerus Pajajaran maka wilayahnya pun kemudian mewarisi wilayah kekuasaan Pajajaran yang terbentang dari Barat Sungai Cisadane ke Timur batas Sungai Cipamali daerah Brebes sekarang.

“Maka bisa dianggap ketika Sumedang memproklamirkan diri sebagai Puseur Budaya Sunda adalah alasan Historis ini menjadi salah satunya,” demikian Edah. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini