![]() |
Petugas gabungan menggagalkan penyelundupan 205.370 ekor benih lobster di Jambi/humas kkp |
Jakarta – Petugas gabungan Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Jambi dan Direktorat Polairud Polda Jambi menggagalkan upaya penyelundupan 205.370 ekor benih lobster (BL) senilai Rp 30.805.500.000.
Upaya penggagalan dari petugas Kementerian Kalautan dan Perikanan melalui Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Jambi itu dilakukan Senin (13/5/2019).
“Benih lobster itu diselamatkan dari tiga kali operasi pengamanan di hari sama”, tutur Direktur Polairud Polda Jambi, Kombes Pol. Fauzi Bakti.
Upaya penggagalan pertama dilakukan Senin (13/5) sekitar pukul 01.00 WIB di wilayah Nibung Putih, Jalan Lintas Sabak-Nipah Panjang, Kecamatan Sabak Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.
Pada kesempatan tersebut, petugas mengamankan satu unit mobil Innova dengan nomor polisi BH 1129 MJ bermuatan 8 box styrofoam berisi 46.500 BL yang hendak diselundupkan.
Selanjutnya, pukul 10.55 WIB, petugas mengamankan sebuah mobil Innova bernomor polisi BH 1724 HM di Nipah Panjang, Tanjung Jabung Timur, Jambi.
Dalam operasi tersebut berhasil diamankan 13 box styrofoam berisi 78.000 BL. Petugas juga mengamankan satu mobil Xenia bernomor polisi BH 1460 HW yang digunakan sebagai peluncur.
Atas temuan tersebut, tim gabungan Polairud Polda Jambi dan SKIPM Jambi melakukan pengembangan kasus. Di hari yang sama sekitar pukul 19.30 WIB, tim melakukan penggeledahan di sebuah rumah di Jl. Sari Bakti, Kelurahan Alam Barajo, Kota Jambi.
Dari lokasi diamankan peralatan penampung BL dan 11 box styrofoam berisi sekitar 81.000 BL. Dalam operasi tangkap tangan tersebut, diamankan enam orang tersangka yaitu satu pelaku berinisial KH warga negara Tiongkok, dan 5 orang warga negara Indonesia LC dan HR sebagai penerjemah, serta ZI, PA, dan AI sebagai pekerja.
“Jadi total ada 32 box dengan total sekitar 205.370 BL yang berhasil kita selamatkan,” tutur Kombes Pol. Fauzi Bakti dalam gelaran konferensi pers di Jambi, Selasa (14/5/2019).
Fauzi menambahkan, BL tersebut diduga didatangkan dari Pulau Jawa dan ditampung sementara di Jambi untuk dilakukan pengemasan ulang. Selanjutnya BL tersebut akan dikirim menuju Singapura.
Barang bukti BL selanjutnya diserahkan kepada SKIPM Jambi untuk dilakukan pelepasliaran di Kawasan Konservasi TWP Pulau Pieh, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Sementara para tersangka ditahan di Mako Polairud Polda Jambi untuk proses hukum lebih lanjut.
Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP Rina mengatakan, dari awal 2019 hingga 13 Mei 2019, setidaknya sudah 123 kasus pelanggaran penyelundupan hasil perikanan berhasil ditangani BKIPM.
Kasus penyelundupan ini didominasi oleh penyelundupan benih lobster disusul kepiting bertelur, ditambah beberapa jenis lainnya.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari wilayah Republik Indonesia.
“Berdasarkan Permen KP ini, diberikan batasan larangan bahwa tidak boleh benih lobster atau lobster di bawah ukuran 200 gram dan lobster bertelur dikeluarkan,” ungkap Rina di Jakarta.
Paling banyak penyelundupan benih lobster ini sekarang di Jambi karena Jambi ini adalah Pantai Timur Indonesia yang dekat sekali dengan Singapura, sehingga dengan dengan cepat, begitu mereka (pelaku penyelundupan) sampai di pinggir laut, mereka akan sewa speedboat dengan 4-5 motor tempel 200 PK.
“Dengan demikian, kita akan dengan cepat kehilangan mereka kalau kecepatan kita tidak bisa mengimbangi,” demikian Rina. Sebagai informasi, sepanjang 2019 hingga saat ini telah berhasil diselamatkan sekitar 1,6 juta bL dengan nilai lebih kurang Rp260 miliar.
Pdapun para pelaku penyelundupan BL ini, dapat dijerat dengan Pasal 16 ayat (1) Jo Pasal 88 Jo Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 Jo Pasal 55, 56 KUHPidana, dengan ancaman pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp1,5 miliar. (rhm)