Denpasar – Kolaborasi seniman bersama komunitas Mercedes-Benz Classic
Club Bali (MCCB) dengan gelaran pameran seni lukis tentang Mercedes-Benz Classic
semakin memperkuat Bali sebagai pusat kebuyaaan.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati atau Cok Ace
menyampaikan itu, saat membuka pameran lukisan bertema budaya Bali yang
mengambil obyek lukisan mobil Mercedes-Benz Klasik di Kebon Vintage, Denpasar,
Sabtu (12/12/2020).
Yang menarik kata Cok Ace, obyek lukisan adalah mobil-mobil klasik, tentunya
ini berbeda dengan obyek lukisan yang ada selama ini di Bali seperti mengambil
pemandangan alam dan seni budaya.
“Saya bisa membayangkan kalau orang Jerman melihat karya lukis ini, tentu akan
menberikan apresiasi luar biasa, sama seperti kita juga mengapresiasi ketika
obyek-obyek di Bali dilukis oleh seniman luar negeri,” sambungnya.
Dia berharap disamping memperkuat posisi Bali sebagai pusat kebudayaan,
kegiatan ini bisa memberikan inspirasi khususnya kepada pelukis Bali lainnya
untuk mengembangkan karyanya.
Kata Cok Ace, kesenian sama seperti bidang lainnya, tidak boleh berhenti,
Harus terus bergerak sesuai perkembangan jamannnya. Ketua Panitia Pameran
Endra Datta, menyatakan, pada awal usia muda ini, baru membentuk sebuah
komunitas, kemudian, dihadapaj situasi pandemi, sehingga semua aktivitas
berhenti.
“Bali sangat bergantung pariwisata, kita sehingga sebagai elemen masyarakat,
muncul ide untuk bertanggungjawab atas kondisi ini sehingga ingin
berkontribusi positif untuk Bali,” tutur Endra.
Tentunya, apa yang bisa diperbuat untuk membantu pemulihan Bali, karena mereka
adalah pecinta mobil legendaris klasik Merceds-Benz.
Apa yang bisa dilakukan mereka di komunitas dan seniman, muncul ide untuk
berkolaborasi, dituangkan dalam karya seni tentunya memiliki nilai luar biasa.
Mengingat para seniman ini karya-karyanya atau goresan tangan, tak sedikit
yang diburu para kolektor sehingga karyanya tentu tidak main-main.
“Harapannya, apa yang coba kami lakukan gayung bersambut juga dengan pelaku
pariwisata, pemerintah khususnya, sehingga bisa menawarkan konsep tourism,
menikamti pariwisata dengan gaya berbeda,” imbihnya.
Pada pameran yang digagas Mercedes-Benz Classic Club Bali (MCCB), tentu ada
pertanyaan mengapa Mercedes-Benz Classic menarik minat seniman yang rata-rata
memiliki perjalananan panjang berkesenian ini kiranya ingin dihadirkan
dihadapan publik penikmat seni rupa maupun Mercedes-Benz.
Menurut Penggiat Seni dan Budaya Yudha Bantono, ada perhatian yang serius dari
setiap seniman ketika disodori gagasan untuk menghasilkan karya dengan tema
“spirit dari seni mendedikasikan diri bagi kecintaan pada Mercedes-Benz
Classic”.
Sepuluh seniman yang memamerkan karyanya I Made Budhiana, Made Wiradana, Made
Anyon Muliastra, Made Romi Sukadana, V. Dedy Reru, Pande Nyoman Alit Wijaya
Suta, Made Palguna, Made Duatmika, Kadek Armika dan Made Oka.
“Saya kira, mereka bertolak dari gaya maupun teknik melukis yang ditekuni.
Sangat terlihat jelas nafas-nafas karya yang merefleksikan bagaimana
masing-masing dari mereka berkarya,” tandas penggiat seni Yudha Bantono.
Materi akrilik, cat air mapun kopi di atas kanvas yang rata-rata berukuran
60x50CM berhasil meletakkan visualisasi Mercedes-Benz klasik dengan latar
atmosphere Bali.
Karya V Dedy Reru dengan memadukan acrylic dan kopi di atas
kanvas seperti menghadirkan suasana Bali masa lampau pada zaman kerjaan sangat
pas dipadukan dengan type Mercedes-Benz klasik.
I Made Romi Sukadana sapuan cat air dalam lapisan warna-warnanya solah
mengalir bebas menemukan padanan serasi antara alam Bali dan Mercede-Benz
Classic.
Made Wiradana menghadirkan garis-garis yang menonjol dan kuat dalam menggarap
Mercedes-Benz klasik terpadu bersama bangunan pura-pura. Karakter garis-garis
Wiradana sangat nampak ingin menghadirkan harmonisasi karakter Mercedes-Benz
klasik dengan arsitektur pura-pura yang ada di Bali.
Kemudian, Made Anyon Muliastra menhadirkan identitas kultur Bali melalui tari,
barong dan arsitektur pura sebagai citraan “Mercedes-Menz Classic” dan elemen
budaya Bali.
Made Palguna dengan suasana Bali dalam dinamika perubahannya dengan simbolisme
orang-orang maupun huniannya sebagai dunia urban kekiniaan ia dekatkan dengan
Mercedes-Benz klasik.
Karya Made Palguna disamping indah disini ada kesan pula ia ingin menyampaikan
gagasan kritis terhadap tanah kelahirannya.
Karya Pande Nyoman Alit Wijaya Suta ingin mengajak penikmat karyanya untuk
berkontemplatif terhadap memori visual dari alam pedesaan Bali. Hadirnya
Mercedes-Benz klasik seolah memiliki kecenderungan yang sama terhadap memori
visual pada usia mobil yang ia lekatkan.
Made Duatmika, melalui karyanya ingin menampilkan kesan kekaguman terhadap
Mercedes Benz klasik yang menjadi pesona tersendiri bila dihadirkan dalam
balutan suasana dinamika kehidupan masyarakat.
Kadek Dwi Armika sebagai seorang perupa yang juga arsitek sadar benar ingin
menghadirkan Mercedes-Benz klasik secara utuh maupun bersinggungan dengan
garis-garis yang membagi sekaligus meredam dalam meletakkan Mercedes-Benz
klasik dalam sebuah bidang.
Made Oka, pelukis dari Bali Timur atau Karangasem dengan tegas ingin
memberikan pencitraan terhadap alam Bali timur dengan menghadirkan Gunung
Agung berdialog dengan Mercedes-Benz klasik.
“Made Oka saya kira tidak menyia-nyiakan kesempatan dalam membingkai
gagasannya antara keindahan alam dan Mercedes-Benz menyatu dalam kesatuan yang
harmonis,” sambung Yudha.
Pada karya Made Budhiana, sapuan kuasnya yang khas dengan menghadirkan warna
biru dan hitam melintasi garis-garis yang bersinggungan dengan Mercedes-Benz
klasik.
Itu sejatinuya, bagian dari upayanya menerjemahkan dua objek yang sama-sama
memiliki inspirasi kuat antara alam dan kendaraan. Budhiana yang sudah
terbiasa melukis di alam terbuka sangat mudah memberikan citra kuat
menghadirkan Mercedes-Benz klasik di tanah Bali.
“Terbayang, jika dalam penggarapan karya hanya menampilkan keutuhan
bentuk-bentuk desain Mercedes-Benz klasik saya kira sudah banyak
terpublikasikan dalam karya drawing maupun fotografi,” ungkap Yudha.
Inilah menariknya pameran 10 seniman yang memiliki semangat bersama dalam
menghasilkan karya baru menghadirkan Mercedes-Benz klasik yang melekat dengan
Bali dalam pembicaraan, alam, kultur, arsitektural dan masyarakatnya.
Dengan demikian, sesungguhnya dalam pameran semacam ini, yang menarik tidak
hanya hasil karyanya, namun lebih dari itu adalah “proses menjadikan”-nya yang
saya yakin sangat seru.
Saya menyadari setiap seniman memiliki prinsip maupun ego yang berbeda-beda,
selanjutnya bagaimana prinsip dan ego itu harus bertemu dalam spirit yang sama
dengan saling menyesuaikan.
Contoh kecil pengalaman V. Dedy Reru yang menggarap Mercedes Benz klasik,
dengan ingatan masa lalu Bali. Sebuah lompatan yang jauh dalam menganalogikan
Mercedes-Benz dan Kultur Bali yang keduanya memiliki peradaban kuat dalam
perjalanannya.
Ini baru berbicara tentang dua peradaban kultur dan otomotif. Belum pengalaman
seniman lainnya, dan sekali lagi inilah menariknya pameran ini.
“Dengan mengusung spirit Bali dan Mercedes-Benz, kesepuluh seniman yang
berpameran lebih tahu apa yang harus ditampilkan untuk menjadikan pameran kali
ini penuh surprise dan tidak biasa,” demikian Yudha. (rhm)