Komisi D DPRD DIY Dorong Transformasi Masjid Pleret Menjadi Magnet Wisata Sejarah Berbasis Ekonomi Masyarakat

Komisi D DPRD DIY mendorong Situs Masjid Kauman Pleret dari sekadar artefak menjadi poros wisata budaya yang menggerakkan ekonomi masyarakat.

12 Juli 2025, 08:17 WIB

Bantul – Komisi D DPRD DIY pada Kamis, 10 Juli 2025, tak hanya sekadar berkunjung, namun turun langsung ke Situs Masjid Kauman Pleret di Kabupaten Bantul, membawa misi penting: mengubah situs bersejarah ini dari sekadar artefak masa lalu menjadi poros wisata budaya yang menggerakkan roda ekonomi masyarakat.

Ketua Komisi D DPRD DIY, R.B. Dwi Wahyu, dengan tegas menyuarakan harapannya.

“Situs-situs yang ditemukan ini tidak sekadar diketahui sebagai peninggalan, tetapi juga menjadi bagian dari pemberdayaan ekonomi masyarakat. Maka konsepnya harus wisata berbasis budaya,” serunya, merujuk pada pemanfaatan Dana Keistimewaan (Danais) yang berada di bawah rumpun Dinas Kebudayaan.

Ia menekankan bahwa pengelolaan situs bersejarah seperti Masjid Pleret harus melampaui fungsi edukasi, meresap hingga memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan warga sekitar.

Visi ini tidak berhenti pada ekskavasi dan konservasi semata. Dwi Wahyu membayangkan situs ini diperkaya dengan narasi sejarah yang kuat dan manajemen tata kelola yang profesional, mampu memikat beragam segmen wisatawan, dari pelajar yang haus akan pengetahuan hingga peneliti asing yang mencari jejak peradaban.

“Di DIY banyak situs-situs yang pantas diteliti. Ini butuh dukungan anggaran yang kuat. Semoga Danais ke depan bisa kembali ke angka Rp1,432 triliun agar situs-situs seperti ini bisa terus dirawat dan dikembangkan,” imbuhnya penuh harap.

Senada dengan itu, Wakil Ketua Komisi D, Anton Prabu Semendawai, menyoroti pentingnya penyusunan narasi sejarah yang runtut dan edukatif agar daya tarik wisata situs makin meningkat.

Ia juga menyarankan pengembangan kawasan berbasis kearifan lokal dan wisata religi.

Banyak orang belum tahu sejarah Masjid Pleret yang dibangun pada masa Amangkurat I. Setelah peristiwa Trunojoyo, rumah-rumah pangeran dibakar tapi masjid ini tidak.

“Bahkan ada temuan keris dan batu bata yang dipakai untuk bangunan pabrik gula,” jelas Anton.

Ia menambahkan, panjangnya sejarah kerajaan Mataram Islam mulai dari Kerto hingga Pleret seharusnya menjadi kekuatan naratif untuk memperpanjang masa tinggal wisatawan di DIY.

Kalau narasinya dibangun dengan baik, Masjid Pleret ini bisa jadi miniatur Keraton Pleret. Bisa juga dikembangkan guest house warga, wisata religi, atau pesantren.

Danais sangat memungkinkan untuk mendukung itu, karena payung hukumnya jelas di UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY,” tegas Anton.

Sementara itu, Kepala Bidang Warisan Budaya Dinas Kebudayaan DIY, Agung Herianto, menjelaskan bahwa ekskavasi Masjid Pleret telah berlangsung sejak awal 2000-an, namun proses rekonstruksi kini cukup terbatas akibat minimnya data bangunan asli.

Beberapa bagian memang masih mungkin direkonstruksi, terutama di area pagar sebelah hutan.

“Tapi sebagian besar reruntuhan dulu sudah dipakai untuk membangun pabrik gula, jadi data arsitekturnya sangat minim,” ujar Dian.

Menurutnya, ke depan narasi sejarah situs ini akan terus disempurnakan sebagai bagian dari bahan edukasi bagi pelajar dan generasi muda.

“Karena bentuk bangunan tidak utuh, maka narasi sejarah jadi sangat penting untuk menghidupkan kembali nilai-nilai budaya dan sejarah di situs ini,” pungkas Agung.***

Berita Lainnya

Terkini