![]() |
Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali I Nengah Muliarta/ist |
Denpasar – Di tengah fluktuatifnya kasus penyebaran Covid-19 di
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali mengharapkan media, khususnya media
online di Bali untuk mengoptimalkan upaya sosialisasi protokol kesehatan
(prokes).
Optimalisasi sosialisasi prokes menjadi penting sebagai langkah awal
mengurangi penularan Covid-19.
Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali I Nengah Muliarta menyatakan,
optimalisasi sosialisasi prokes menjadi salah satu bagian tugas penting media.
“Karena media memiliki fungsi informasi dan edukasi sesuai amanat fungsi pers
yang tertuang dalam Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999,” ungkap Muliarta
dalam keteranganya di Denpasar (14/10/2020).
Sosialisasi prokes adalah bagian tugas dari media untuk mengedukasi masyarakat
dalam menghadapi kasus penularan Covid-19. Sosialisasi dapat dilakukan dalam
bentuk infografis atau sajian informasi kreatif lainnya.
Media memegang peran sentra dalam sosialisasi Prokes karena memegang kendali
dalam distribusi informasi. Kemampuan dalam mengelola informasi yang
bermanfaat bagi masyarakat tersebut harus dioptimalkan oleh media.
Apalagi media memiliki kemampuan yang baik dan keratif dalam hal menyajikan
informasi. Pada sisi lain masyarakat juga memiliki keyakinan terhadap
informasi yang disampaikan media.
“Media siber memiliki keunggulan dalam hal ini, apa yang disampaikan mudah
viral dan sampai ke masyarakat, ini harus di maksimalkan. Jangan sampai justru
hoaks yang berserakan dan diterima oleh public,” kata pria kelahiran Klungkung
itu.
Dia mengingatkan, media harus tetap mengktisisi kebijakan yang diambil oleh
pemerintah dalam penanganan Covid-19.
Kritisi menjadi sangat penting untuk mewujudkan upaya penanganan yang
komprehensif dan maksimal. Kritisi harus dilakukan secara obyektif sesuai
fungsi media sebagai kontrol sosial.
Kebijakan pemerintah harus tetap di evaluasi, ini memang tugas media. Kendati
tentu tidak semua orang siap di kritisi dan memandang itu fitnah.
“Kritis wajib, dengan tetap memperhatikan kode etik jurnalistik” papar penulis
buku “Wajah Penyiaran Bali” dan buku “Remeh Temeh Penyiaran Radio” ini.
Dalam situasi seperti saat ini media lebih selektif dalam memilih dan
menentukan narasumber. Hendaknya narasumber yang diwawancara dan dikutip
pernyataanya adalah narasumber utama dan paham akan akar masalah.
Komisioner KPID Bali Periode 2014-2017 menambahkan, sering kali, pemilihan
narasumber yang keliru dan pemilihan kutipan yang sekedar mencari isu
bombastis justru menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Dalam era demokrasi semua orang bisa bicara berbagai hal, dalam situasi
seperti ini, pemilihan narasumber menjadi penting, agar memberikan pencerahan,
bukan justru perpecahan,” Muliarta mengingatkan. (rhm)