Kabarnusa.com – Para tokoh bangsa lintas bidang berkumpul di Griya Jenggala, Jakarta guna menyatukan suara demi menyelamatkan generasi muda dari serbuan zat adiktif industri rokok.
Melihat kondisi Indonesia yang terancam kerugian besar akibat serbuan produk adiktif mematikan, rokok.
Ditengah ancaman, justru muncul berbagai kebijakan yang justru mendukung peningkatan produksi dan konsumsi produk tersebut, mengantar anak-anak Indonesia menjemput kematiannya sendiri.
Indonesia menghadapi Dividen-Demografi tahun 2015-2045 yang melahirkan generasi muda untuk mengemban tugas mulia, mengantarkan bangsa Indonesia ke pintu gerbang Indonesia Raya yang bebas dari keterbelakangan di tahun 2045.
Untuk mencapai cita-cita tersebut, syarat mutlak adalah peningkatan kualitas generasi muda dengan kemampuan intelektualitas dan kecerdasan tinggi dibalut kesehatan jasmani dan rohani yang prima.
Kementerian Perindustrian justru menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Roadmap (Peta Jalan) Industri Hasil Tembakau (IHT) Tahun 2015-2020 yang mendorong produksi rokok sebesar 398,6 milyar batang rokok (2015) sampai 524,2 milyar batang rokok (2020).
artinya, rata-rata setiap orang termasuk anak-anak dan wanita dari 271 juta penduduk (perkiraan jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 oleh Bappenas) memegang sekitar 1934 batang rokok di tahun tersebut.
Penyelamatan generasi muda dari ancaman nikotin pada usia muda ini punya dua tujuan.
Pertama menyelamatkan mereka dari ancaman narkoba di dewasa nanti.
“Kedua menyiapkan mereka menjadi generasi tangguh, memimpin Indonesia pada tahun 2045, Pada usia matang kepala empat yang berasal dari generasi 2016 ini,” ungkap Prof. Dr. Emil Salim, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden 2010 – 2014 dalam rilis diterima Kabarnusa.com Selasa 26 April 2016
Doktor Ilmu Komunikasi sekaligus penggiat perlindungan anak, Dr. Nina Mutmainnah Armando mengungkapkan, Indonesia adalah negeri yang tidak kunjung belajar dari negara-negara lain yang telah jauh lebih maju dalam melindungi warganya.
Bagaimana negara lain mengatur soal pembatasan produksi rokok atau melarang iklan dan promosi serta sponsorship rokok.
“Para pembuat kebijakan di negeri ini seperti tertutup mata hatinya untuk melihat betapa besar keburukan yang diciptakan oleh rokok terhadap kaum muda,” paparnya.
Karenanya, Komnas Pengendalian Tembakau memprakarsai pertemuan tokoh dari lintas bidang untuk mendorong adanya Seruan Tokoh berikut ini.
Pertama mnolak rencana Pembahasan RUU Pertembakauan di DPR-RI dan mendorong Presiden Joko Widodo untuk tidak mengeluarkan Surat Presiden atau Perintah penugasan kepada menteriterkait untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU Pertembakauan bersama DPR
Kedua, Mendukung Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo untuk melakukan aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan mengadopsinya ke dalam hukum nasional, untuk memperkuat UU Kesehatan dan PP No. 109/2012.
Ketiga, Menggugat Menteri Perindustrian agar mencabut Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Roadmap (Peta Jalan) Industri Hasil Tembakau (IHT) Tahun 2015-2020.
Keempat, mndukung Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019” dan Sasaran Pembangunan Kesehatan yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019 untuk menurunkan prevalensi merokok penduduk usia lebih kurang atau sama dengan 18 tahun.
Kelima, mendukung kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 tanggal 22 Desember 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan sekolah dan mengajak semua kelompok masyarakat ikut aktif mewujudkannya.
“Upaya pengendalian tembakau di Indonesia tidak akan maju-maju kalau tidak juga dibuat regulasi yang kuat untuk mengaturnya. Karena itu, kita harus mendukung pemerintah untuk mengaksesi FCTC agar rakyat Indonesia terlindungi dari bahaya rokok,” tegas Arifin Panigoro, Anggota Dewan Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau.
Acara ditutup dengan seremonial penandatanganan Seruan Tokoh. Sekitar 70 orang/organisasi telah ikut memberikan dukungan dan petisi dalam gerakan ini.
Tokoh-tokoh berikut ikut hadir secara langsung untuk ikut tanda tangan; Prof Dr Emil Salim, dr Nafsiah Mboi, MPH, Imam Prasodjo, HS Dillon, Todung Mulya Lubis, Tuti Roesdiono, Hasbulla Thabrany, Anangga Roesdiono, Svia Alisjahbana, Mia Hanafia, Arifin Panigoro, Nina Armando, Widyastuti Soerojo, Assyikin Hanafia, Syahlina Juhal, Inti Soebagyo, dr merlinda, Seto Mulyadi, dan Dewi Motik. (gek)