Listibiya Dukung Pembangunan Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung

9 April 2021, 08:10 WIB

Pimpinan Listibiya saat bertemu Gubernur Bali Dr. I Wayan Koster, Selasa
(6/4/2021)/Dok. Humas Pemprov Bali.

Klungkung – Rencana pembangunan Pusat Kebudayaan Bali di Gunaksa,
Klungkung mendapat dukungan Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan Bali
(Listibiya).

Dukungan itu disampaikan jajaran pimpinan Listibiya saat bertemu Gubernur Bali
Dr. I Wayan Koster, Selasa (6/4/2021).

Pimpinan Listibiya yang hadir Prof. Dr. I Made Bandem, Dr. I Wayan Astita, Ida
Rsi Agung Wayabiya Sogata Karang, dan Drs. I Wayan Geriya. Hadir pula Plt.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Gede Darmawa.

Prof. Dr. I Made Bandem, sebagai Ketua Listibiya Provinsi Bali (2016-2021),
menegaskan dukungan itu karena Bali membutuhkan ruang (sarana dan prasarana)
yang modern dan canggih untuk melahirkan karya seni-karya seni bermutu tinggi
serta berkualitas internasional.

“Saya meyakini bahwa pembangunan Pusat Kebudayaan Bali ini adalah bagian
penting dari strategi pembinaan kebudayaan yang bersifat “horizontal” dan
“vertikal”,” ujar budayawan ini.

Pembinaan dan pengembangan yang bersifat horizontal adalah pembinaan dan
pengembangan yang menekankan pada pemerataan, dimana kesenian Bali yang
bersifat wali dan bebali (sakral dan seremonial) harus ditingkatkan keberadaan
dan kualitasnya serta dikembalikan fungsinya untuk kepentingan upacara
keagamaan.

Kesenian ini menjadi sumber penciptaan kesenian balih-balihan (sekuler), dan
apabila seni-seni sakral itu punah maka roh (taksu) kesenian Bali akan punah
pula.

Sebaliknya, pembinaan dan pengembangan yang bersifat vertikal bertumpu
sepenuhnya pada peningkatan mutu (kualitas) dan dilakukan dengan mengadakan
festival-festival, parade, lomba-lomba, rekonstruksi, kreativitas, inovasi dan
cara-cara lainnya agar kesenian itu memiliki standar nasional, dan
internasional.

Menurut Bandem, pembinaan dan pengembangan yang bersifat vertikal ini juga
dilakukan dengan penetapan standarisasi dan sertifikasi terhadap sekaa-sekaa,
sanggar-sanggar seni, yayasan, dan galeri yang kini jumlahnya mencapai 10.049
buah menurut data Listibiya tahun 2015.

Strategi pembinaan dan pengembangan dengan cara terakhir ini mutlak
membutuhkan adanya Pusat Kebudayaan Bali.

“Festival, parade, lomba-lomba, rekonstruksi, serta berbagai kegiatan itu
membutuhkan panggung serta ruang pamer dengan standar tinggi, yang tentunya
nanti akan tersedia di Pusat Kebudayaan Bali,” ujarnya.

Sebelumnya, politisi Partai Golkar Gde Sumarjaya Linggih sempat mengkritisi
pembangunan Pusat Kebudayaan Bali dengan meminta agar kebudayaan Bali jangan
di-“museum”kan.

Menanggapi hal itu, Prof. I Made Bandem menyatakan bahwa memang keliru jika
ada yang beranggapan bahwa Pusat Kebudayaan Bali bertujuan untuk “memuseumkan
kebudayaan Bali.”

“Kekeliruan terletak pada memaknai arti kata “museum” dan juga arti kata
“kebudayaan” Museum bukanlah gudang untuk menyimpan benda-benda mati.

Ia adalah gedung atau ruangan untuk memamerkan hasil karya kreativitas, karya
budaya, peninggalan sejarah, bahkan tengkorak manusia purba.

“Tentu diikuti dengan “story telling” yang jelas dan menggugah. Fungsi
utamanya adalah edukasi, mengajarkan dan memberi inspirasi tentang
puncak-puncak kebudayaan,” tegasnya.

Prof. Bandem mengingatkan bahwa kebudayaan bukanlah sesuatu yang dibawa
manusia sedari lahir. Manusia lahir hanya membawa kecerdasan atau bakat,
seperti bakat matematika, bahasa, seni rupa, seni gerak, seni berkomunikasi,
dan lain-lainnya.

“Kebudayaan adalah hasil pendidikan, interaksi, asimilasi, difusi, imaginasi,
kreativitas, inovasi, bahkan hasil rekayasa. Jadi dengan demikian kebudayaan
bersifat dinamis dan membutuhkan prasarana dan sarana seperti Pusat Kebudayaan
Bali untuk pembinaan dan pengembangannya,” tutupnya.

Gubernur Bali I Wayan Koster menyampaikan apresiasi atas dukungan Listibiya.

“Semoga nantinya Pusat Kebudayaan Bali akan bisa sungguh-sungguh berperan
tidak hanya dalam melestarikan warisan tradisi kita, tetapi juga dalam
mengembangkan kesenian dan kebudayaan kita agar dapat menjawab persoalan dan
tantangan jaman,” kata Gubernur yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PDI
Perjuangan Bali itu.

Pusat Kebudayaan Bali, yang dibangun di atas lahan seluas lebih dari 300
hektar, akan terdiri dari bangunan-bangunan yang menggambarkan filosofi Sat
Kerthi dalam bentuk Padma Bhuwana, seperti bangunan kawasan danu, segara,
wana, atma, jana dan jagat kerthi.

Di sentrifugal dari kawasan itu barulah dibangun berbagai teater dengan dengan
ukuran yang berbeda-beda seperti procenium stage (dua sisi), thrust stage
(tapal kuda 3 sisi), arena stage (panggung 4 sisi), dan panggung yang lebih
kecil untuk seni-seni khas lainnya.

Gedung untuk Pusat Data Kebudayaan Bali juga akan dibangun di sana.

Pusat Kebudayaan Bali ini juga dilengkapi dengan museum tematik, seperti
Museum Seni Lukis, Museum Patung, Museum Tekstil, Museum Kerajinan (Ukir),
Museum Obat, Museum Topeng, Museum Subak, dan Museum Digital lainnya.

Kawasan ekonomi kreatif juga disiapkan untuk memperoleh dana pemeliharaan
kawasan kebudayaan itu.

Kompleks kawasan kebudayaan ini digunakan sebagai wahana, pemeliharaan,
pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan seni dan budaya dalam berbagai bentuk
keggiatan seperti Pesta Kesenian Bali, Festival Bali Jani, Jantra Kebudayaan
Bali, dan Perayaan Kebudayaan Dunia.

Dalam pertemuan tersebut para pimpinan Listibiya juga melaporkan bahwa masa
bakti mereka telah berakhir pada Januari 2021.

Sesuai dengan PERDA Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan Pemajuan Kebudayaan
Bali, Listibiya Provinsi Bali akan dilebur menjadi Majelis Kebudayaan Bali
(MKB), sebuah organisasi non Pemerintah dengan cakupan yang lebih luas dari
Listibiya sendiri, betugas membantu Pemerintah untuk memelihara,
mengembangkan, memanfaatkan, dan membina kebudayaan Bali. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini