LPBI NU Siapkan 1,5 Juta Pelajar dan Santri Siaga Bencana

26 April 2017, 20:22 WIB

149318710659003a22d919d

JAKARTA – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi sosial dan keagamaan yang peduli terhadap upaya pengurangan risiko bencana merasa memiliki tanggung jawab untuk terlibat dalam mempromosikan dan mendukung pemerintah dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan agar setiap kejadian bencana dapat dilakukan respon yang cepat, tepat dan efektif.

Organisasi sosial keagmaan NU juga memiliki perangkat organisasi hingga tingkat desa di seluruh wilayah di Indonesia dan memiliki lebih dari 24,000 ribu jaringan pesantren dan sekolah di seluruh wilayah di Indonesia.

Dukungan NU tersebut diwujudkan dalam bentuk apel dan simulasi penanganan kejadian bencana yang dilaksanakan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) dan melibatkan 1,5 juta pelajar dan santri.

Bekerja sama dengan IPNU, IPPNU, RMI-NU, LDNU dan LP Ma’arif NU, pada tanggal 26 April 2017. LPBI NU menyelenggarakan kegiatan apel dan simulasi penanganan bencana yang dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah di Indonesia.

Ketua Pengurus Pusat LPBI NU M. Ali Yusuf, menyampaikan apel dan simulasi dilakukan secara bersamaan di seluruh jaringan LPBI NU yang ada di seluruh Indonesia.

Secara khusus, LPBI NU melaksanakan kegiatan apel dan simulasi gempa bumi di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II Batu Ceper, Kota Tangerang, Banten melibatkan 1,300 santri dan pelajar di pesantren tersebut.

“Apel yang dilakukan serentak menjadi spirit kesiapsiagaan pelajar dan santri untuk lebih siap menghadapi ancaman bencana,” kata Ali.

Pihaknya berharap, apel dan simulasi ini bukan yang pertama dan terakhir, tetapi terus dilakukan secara rutin sesuai dengan jenis ancaman dan kapasitas di wilayah dan lingkungannya masing-masing.

Dengan begitu masyarakat dan seluruh komponen bangsa semakin meningkat kemampuannya dalam menghadapi setiap ancaman bencana, sehingga risiko dan dampak bencana dapat terus diminimalkan dan Indonesia menjadi bangsa yang tangguh bencana.

Letak geografis Indonesia yang berada di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik serta adanya “ring of fire” dengan deretan gunung berapi yang masih aktif, mulai dari ujung utara Sumatra, hingga Papua merupakan faktor penyebab Indonesia sebagai kawasan yang rawan bencana.

Selain itu, dampak perubahan iklim juga berpengaruh terhadap tingginya intensitas dan frekuensi kejadian bencana hidrometeorologis seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir.

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bencana bahwa tahun 2016 ini merupakan rekor tertinggi jumlah kejadian bencana sejak 10 tahun terakhir, yaitu 2.342 kejadian atau meningkat 35% dari tahun 2015.

Dampak yang ditimbulkan oleh rentetan kejadian bencana selama 2016 adalah 522 orang meninggal, 3,05 juta penduduk mengungsi, 69.287 unit rumah rusak, serta 2311 unit fasilitas umum rusak.

Besarnya dampak kejadian bencana tersebut harus direspon dengan upaya penanggulangan bencana yang sistematis, terencana dan terpadu.

Kesadaran bersama dan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa untuk meningkatkan kemampuan menghadapi dan menangani setiap kejadian bencana merupakan kebutuhan mendesak yang tak terhidarkan.

Dalam kaitan itulah, BNPB menginisiasi Hari Kesiapsigaan Bencana Nasional (HKBN) sebagai upaya mendasar untuk untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran bersama melalui latihan kesiapsiagaan sesuai dengan ancaman bencana di daerahnya masing-masing.

Dengan tagline “Siap untuk Selamat”, diharapkan seluruh komponen bangsa dapat meningkatkan kapasitasnya untuk menghadapi ancaman bencana dan dapat melakukan respon atas setiap kejadian bencana yang ada sehingga dapat menyelamatkan diri dan terhindar dari dampak bencana. (des)

Artikel Lainnya

Terkini