Denpasar– Kasus dugaan pemalsuan silsilah keluarga yang menjerat Anak Agung Ngurah Oka dari keluarga Jero Kepisah kembali memanas di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Sidang yang digelar pada Selasa, 20 Mei 2025, ini menjadi sorotan setelah para ahli dengan tegas menyatakan bahwa pemalsuan silsilah adalah murni perkara pidana, membuka babak baru yang krusial bagi nasib tanah warisan.
Ancaman Pidana di Balik Dokumen Ganda
Dr. Dewi Bunga, SH, MH, CLA, seorang ahli hukum pidana, tak ragu memberikan pandangan tajamnya.
“Jika seseorang membuat beberapa surat keterangan silsilah yang berbeda-beda, maka setidaknya salah satunya pasti tidak benar,” tegasnya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Heriyanti.
Ia melanjutkan, jika dokumen palsu itu berujung pada perolehan hak sepihak dan merugikan pihak lain, maka jerat pasal pemalsuan dokumen siap menanti.
Penegasannya diperkuat oleh Dr. Gede Swardhana, SH, MH, ahli hukum pidana lainnya yang turut hadir.
Mereka sepakat bahwa kasus semacam ini, dengan bukti sah seperti keterangan saksi, dokumen resmi, dan pendapat ahli, harus diselesaikan melalui jalur pidana.
Meskipun jalur perdata terbuka untuk urusan kepemilikan atau warisan, namun jika pemalsuan dokumen sudah terbukti, ranah pidana adalah prioritas utama.
“Namun kalau ada pemalsuan surat jelas ranahnya adalah sidang pidana,” pungkas Dr. Dewi Bunga, membuka peluang kombinasi gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi dari pelaku.
Dokumen Kuno Ungkap Fakta Hak Tanah Sejak Kolonial
Tak hanya ahli hukum, persidangan juga menghadirkan Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, MS, seorang ahli ilmu budaya.
Keterangannya menjadi kunci penting, mengungkap fakta mengejutkan tentang dokumen-dokumen lama yang diajukan sebagai bukti.
Menurut Prof. Weda Kusuma, pipil dan surat pajeg tanah milik I Gusti Gede Raka Ampug dari Puri Jambe Suci adalah dokumen asli yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan Jepang.
Surat-surat tersebut merupakan bagian dari administrasi resmi yang berlaku pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.
Artinya, dokumen tersebut sah secara administratif dan menunjukkan adanya hak milik atas nama I Gusti Gede Raka Ampug sejak masa tersebut,” jelasnya.
Pernyataan ini sontak memperkuat argumen bahwa tanah yang dipersengketakan memiliki dasar hukum yang kuat dan telah diakui sejak era penjajahan.
Ini menjadikan dugaan pemalsuan silsilah yang berkaitan dengan hak atas tanah ini menjadi isu yang jauh lebih serius dan krusial untuk dibuktikan secara hukum di pengadilan.***