Penggunaan ketenagakerjaan outsourcing (alih daya) yang masih banyak di lakukan di beberapa perusahaan walaupun hal tersebut sebenarnya bertentangan dengan konstitusi, namun pemerintah kita sampai saat ini masih memperbolehkan di beberapa sektor pekerjaan tertentu untuk dioutsourcingkan tentunya dengan syarat-syarat yang sangat ketat berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dengan diperbolehkan adanya tindakan outsourcing tersebut, hampir dipastikan semakin banyak jumlah perusahaan outsourcing di Indonesia. Dari data yang diambil dari Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) di Tahun 2012 sudah terdapat 12.000 perusahaan outsourcing di Indonesia, dari 12.000 hanya 6230 perusahaan yang beroperasi secara legal, sisanya adalah perusahaan outsourcing illegal.
Membaca kabar adanya outsourcing illegal di PLTU Celukan Bawang, membuat kita mengerutkan dahi dan mempertanyakan kenapa sungguh kita bisa kecolongan akan hal tersebut.
Padahal tugas tersebut merupakan tugas utama dari pemerintah di bidang pengawasan ketenagakerjaan, dalam hal ini untuk pengawasan terhadap ijin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dilakukan berdasarkan ketentuan Permenakertrans No. 19 Tahun 2012.
Pengawasan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen mengenai ijin operasional perusahaan penyedia jasa/ buruh berdasarkan ketentuan Pasal 24 dan 25 Permenaker tersebut. Apabila perusahaan tersebut tidak bisa memenuhi ketentuan permenaker itu, dinas terkait bisa langsung melakukan inisiatif menindak tegas kepada perusahaan.
Dan sebaiknya juga pengawasan ketenagakerjaan dilakukan tidak hanya melihat sah atau tidaknya ijin dari perusahaan outsourching. Namun melingkupi semua aspek baik itu dari norma kerja, hubungan kerja, upah pekerja, jaminan sosial, pelaksanaan K3.
Juga ada pengawasan dari tindakan pembuatan perjanjian penyediaan jasa pekerja/ buruh dengan perusahaan pengguna jasa pekerja/ buruh yang dalam hal ini apakah isi dari perjanjian tersebut memenuhi persyaratan penyedia jasa pekerja/buruh berdasarkan ketentuan Pasal 66 UU No.13 Tahun dan Pasal 17 Permankertrans No. 19 Tahun 2012 kah? Apabila tidak, tentunya dinas terkait juga dapat melakukan tindakan tegas kepada si perusahaan.
Maka dari ketentuan tersebut, sudahkah pengawas ketenagakerjaan kita melakukan pengawasan secara intens serta dinas terkait langsung mengambil inisiatif memberikan tindakan atau sanksi tegas sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan?
Hanya sekedar atau selesai dalam pemberiaan himbauan semata, tentunya akan semakin banyak perusahaan yang melanggar ketentuan Undang-Undang Ketenakerjaan yang menyebabkan kerugian bagi para pekerja.
Kalau memang jumlah pengawas dirasa kurang, dinas terkait setidaknya bisa melakukan kerjasama kepada beberapa elemen masyarakat untuk terlibat dalam proses pengawasan ketenagakerjan di dalam rencana kerjanya.
Dalam hal ini apabila kelompok masyarakat atau lembaga desa menemukan dan mencurigai adanya pelanggaran ketenagakerjaan, dinas terkait langsung cepat tanggap melakukan tindakan tegas kepada perusahaan nakal tersebut.
Sebagai contoh melihat adanya rencana dilakukan perekrutan tenaga kerja outsourching untuk teknis operasional batubara dengan dilakukannya masa percobaan.
Maka dalam hal ini masyarakat bisa saja memberikan desakan kepada si perusahaan untuk memperkejakan karyawan sebagai status pekerja tetap bukan outsourcing karena dalam ketentuan Undang-Undang No.13 Tahun 2003,
Masa percobaan tidak berlaku bagi outsourcing (pasal 58) tp hanya berlaku bagi pekerja tetap berdasarkan syarat didalam ketentuan pasal 60.
Atau dalam hal ini perusahaan masih tetap ngotot, maka masyarakat bisa melaporkan hal tersebut kepada dinas terkait.
Kembali soal kurangnya tenaga pengawas ketenagakerjaan, saya melihat selama ini beberapa kepala daerah tidak memasukan masalah tersebut dalam visi, misi maupun program mereka sebagai kepala daerah. Ini menjadi dilematis, ketika Bali sudah banyak berdiri industri pariwisata, namun pemerintahnya sendiri seakan lupa bahwa harus ada yang dilindungi yaitu warganya yang bekerja di sana.
Melihat hal tersebut seharusnya pemerintah mempunyai program khusus dalam memperbanyak dan meningkatkan kualitas pengawas ketenagakerjaan di daerah sebagai wujud dari semangat untuk melindungi dan mencitpakan jalannya industri nasional yang baik di Bali.
Penulis Made Wipra Pratistita, (Direktur Lembaga Advokasi Buruh Bali)