Kabarnusa.com – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan Puan Maharani meminta masyarakat agar tidak perlu
mengubah kebiasaan seperti dalam hal pangan yang sesuai kultur dan
kondisi daerah masing-masing.
Menteri Puan mengaku
heran dan bingung, dengan adanya perubahan pola kebiasaan makan
masyarakat di Indonesia Timur seperti Papua dan Gorontalo.
Saat
memberikan sambutan pada peluncuran program raskin dan rastra 2016
tingkat nasional di Kantor Gubernur Bali, Renon, Denpasar, Puan
menyinggung soal pergeseran kebiasaan makan beberapa warga di Tanah Air.
Saat
ini, menurutnya permintaan konsumsi akan beras dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Akibatnya, daerah penghasil beras seperti Bali harus
mensuplai beras ke daerah lainnya.
Hal itu karena,
kebanyakan orang Indonesia memilih makan beras (nasi). Beberapa komoditas
lainnya seperti ubi, ketela, jagung hinga sagu semakin terdesak dan
terbatas penyebarannya.
Padahal, komoditas itu, tidak kalah dengan beras
baik kandungan karbohidratnya maupun zat yang dibutuhkan tubuh.
“Saya
bingung, kok ada yang menghabiskan ubi jalar kemudian diganti dengan
tanaman padi, sekarang di Papua itu, masyarakatnya memilih makan nasi
daripada ubi,” tukasnya keheranan di Denpasar, Selasa (26/1/2016).
Padahal,
mestinya tidak harus begitu. Masyarakat, seyogyanya kembali kepada
makanan daerah asalnya sesuai kondisi kedaerahan masing-masing.
Jika
kemudian, semua diseragamkan, masyarakat harus mengkonsumsi beras maka
akhirnya kekurangan pasokan suplai beras sehingga dilakukan impor.
Puan
mencontohkan, Bali yang memiliki lahan subur dan cocok untuk pertanian
padi. Meskipun produksi banyak, namun karena harus mensuplai daerah lain
yang membutuhkan beras sehingga kebanyakan permintaan dan tidak bisa
mencukupi untuk daerahnya sendiri.
Jadi, sangat aneh, jika Bali yang subur itu sampai kekurangan beras.
“Pola
pikir ini harus diubah, masyarakat harus kembali ke wilayahnya yang
subur untuk tanaman palawija misalnya, ya itu yang digiatkan, Gorontalo
cocok dengan jagung, itu dikembangkan,” katanya.
“Sekarang
masyarakat Gorontalo, makan pakai nasi dan lauk, padahal dahulu tidak
begitu, itu dia yang bikin saya bingung, untuk itu, secara berkala cara
berfikir masyarakat harus berubah,” imbuhnya.
Karenanya,
Puan mengingatkan, masyarakat di Indonesia Timur yang sudah memiliki
kebiasaan sendiri seperti dari kebutuhan pangan sehari-hari yang dekat
dengan ubi, jagung, tidak perlu dipaksakan kemudian harus beralih ke
beras.
“Bulog juga jangan paksakan mengirim beras ke daerah-daerah yang masyarakatnya tidak biasa makan dengan beras,” imbuhnya. (rhm)