Jakarta – Komandan Resimen Mahasiswa (Menwa) Jayakarta, Raden Umar, mengungkapkan rasa syukurnya atas disahkannya Undang-Undang (UU) TNI yang baru.
Menurutnya, secara gramatika dan kajian terhadap pasal-pasal dalam regulasi tersebut, tidak ada indikasi yang mengarah pada kebangkitan dwi fungsi TNI seperti yang dikhawatirkan oleh sebagian pihak. Justru, menurutnya, UU ini semakin memperjelas peran TNI dalam sistem pertahanan negara yang demokratis dan profesional.
“Setelah kami mencermati secara seksama, baik dari sisi redaksional maupun substansi pasal-pasal dalam UU TNI yang baru, tidak ada satu pun klausul yang menunjukkan adanya agenda untuk menghidupkan kembali dwi fungsi TNI. Kekhawatiran sebagian kelompok yang menilai ada ancaman terhadap supremasi sipil lebih merupakan opini yang tidak didukung oleh kajian hukum yang objektif,” ujar Raden Umar dalam keterangannya.
Menurutnya, UU TNI tetap mengacu pada prinsip utama yang telah diatur dalam konstitusi, yakni bahwa TNI berperan sebagai alat pertahanan negara yang profesional, tunduk pada kebijakan politik negara, dan tidak berpolitik praktis.
“Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 30 Ayat (3) UUD 1945 serta UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang menegaskan bahwa TNI hanya menjalankan tugas di bidang pertahanan dan tidak terlibat dalam ranah pemerintahan maupun politik praktis”, jelasnya.
Lebih lanjut, Raden Umar menekankan bahwa hubungan Resimen Mahasiswa dengan TNI telah terjalin erat dalam bingkai pembinaan generasi muda. Menwa, sebagai organisasi yang mengedepankan nilai-nilai bela negara dan kedisiplinan, menjadikan TNI sebagai mitra strategis dalam membangun karakter kepemimpinan dan wawasan kebangsaan.
“Dalam pengalaman kami, TNI selalu menjadi orang tua yang baik dalam membimbing dan membina Menwa. Kepedulian mereka terhadap generasi muda harus diapresiasi, bukan dicurigai,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa kekhawatiran yang berlebihan terhadap peran TNI justru berpotensi memperlebar jurang antara sipil dan militer.
“Sejarah mencatat bahwa hubungan sipil-militer di Indonesia telah berkembang ke arah yang semakin solid dan harmonis, terutama pascareformasi. Dengan adanya UU TNI yang baru, peran TNI dalam menjaga stabilitas nasional tetap terjaga tanpa melanggar prinsip demokrasi dan supremasi hukum”, tandasnya.
Raden Umar menilai bahwa UU TNI telah disusun berdasarkan prinsip checks and balances yang ketat. Mekanisme pengawasan terhadap institusi militer tetap dijaga melalui berbagai instrumen hukum, termasuk kontrol dari Presiden sebagai Panglima Tertinggi, DPR, serta masyarakat sipil.
“Jika ada kekhawatiran, maka yang seharusnya dilakukan adalah memastikan implementasi UU ini berjalan sesuai koridor hukum, bukan malah menyebarkan narasi yang bisa merusak kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan,” jelasnya.
Selain itu, ia menegaskan bahwa profesionalisme TNI dalam berbagai operasi non perang, seperti membantu pemerintah dalam penanggulangan bencana, menjaga objek vital nasional, dan memperkuat ketahanan wilayah perbatasan, adalah bagian dari tugas yang sah sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Ini bukan bentuk dwi fungsi, tetapi bentuk tanggung jawab negara dalam memastikan keamanan dan kesejahteraan rakyat,” tambahnya.
Sebagai organisasi kepemudaan yang memiliki hubungan erat dengan TNI, Menwa Jayakarta mendukung penuh keberlanjutan reformasi TNI yang tetap berpegang pada prinsip demokrasi.
“Kami mengajak semua pihak untuk melihat secara jernih dan objektif. Jangan sampai polemik yang tidak berdasar justru menghambat kemajuan bangsa dalam memperkuat ketahanan nasional,” tutup Raden Umar.***