Kabarnusa.com – Denpasar sebagai Ibu Kota Provinsi Bali yang menjadi pusat pemerintahan juga menjadi pusat perhatian dunia. Wajah Kota Denpasar yang senantiasa bersih dan berbudaya menjadi cerminan bahkan etalase Pulau Bali. Karenanya, menciptakan lingkungan bersih dan sehat menjadi hal yang tak bisa ditawar lagi. Tak kalah pentingnya, bagaimana menjadikan tempat-tempat yang menjadi paru-paru kota seperti taman-taman hingga hutan mangrove agar bisa terjaga dengan baik tidak rusak termasuk dari serbuan sampah.
Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharma Wijaya Mantra dalam berbagai kesempatan, selalu menekankan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Tak hanya sekedar himbauan. bagaimana menyentuh kesadaran masyarakat dalam menumbuhkan sikap disiplin, menjaga kebersihan namun ditunjukkan lewat aksi nyata.
Tanpa segan, Rai Mantra, memunguti sampah-sampah yang berserakan seperti di Taman I Gusti Ngurah Made Agung atau Taman Puputan Kota Denpasar, yang kerap dijadikan tempat kegiatan atau berbagai macam acara. Kerap kali, selama dan usai acara berlangsung, tampak pemandangan sampah bertebaran baik berasal dari pedagang atau masyarakat.
Dalam sebuah kesempatan, Rai Mantra, tak banyak bicara langsung memunguti sampah plastik yang tersebar di lapangan dan mengumpulkannya ke tempat sampah.
Dengan memberikan keteladanan, contoh seperti itu, cukup efektif dalam menyentuh kesadaran masyarakat agar tergerak melakukan hal serupa. Apalagi, masih banyak pedagang atau masyarakat yang terkadang seenaknya membuang sampah tidak pada tempatnya.
“Ayo kita jaga kebersihan, jangan sampai membuang sampah sembarangan, nanti bisa dikenai denda,” ucap Rai Mantra yang membuat para pedagang malu kala itu.
Ajakan dan gerakan peduli sampah yang getol disuarakan Wali Kota Rai Mantra, perlahan membuahkan hasil. Taman Puputan dan Taman Kota Denpasar yang menjadi paru-paru Denpasar, perlahan semakin tertata rapi dan bersih. Fasilitas tempat pembuangan sampah baik organik dan organik, telah disiapkan di tempat-tempat tertentu, sehingga mampu menjaga kebersihan.
Demikian juga, larangan membuang sampah sembarangan sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2015, juga diamini masyarakat dan aparatur Desa Dinas maupun Desa Pekraman di Denpasar.
Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar Ketut Wisada menegaskan, komitmen pemerintah dalam menangani masalah sampah, sebagaimana tertuang dalam Perda No 15 Tahun 1993 yang diperbaiki hingga Perda Nomor 3 Tahun 2015, tentang kebersihan dan ketertiban umum.
Kemudian, Perda itu dalam pelaksanannya diperkuat Perwali Kota Denpasar nomor 3 Tahun 2013 yang didalamnya mengatur tentang kebersihan, waktu buang sampah hingga sanksi denda.
Sejak diberlakukan, kesadaran masyarakat dala menjaga kebersihan makin meningkat. Sebagai contoh di Desa Pekraman Sesetan, telah dibuatkan perarem atau awig-awig, agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan.
Diatur waktu pembuangan sampah, pada jam-jam tertentu. Jika ada warga yang tidak disiplin dan melanggar ketentuan itu, bakal dijatuhi sanksi yang diatur.
Diakuinya, masih adanya masyarakat yang belum mengetahui aturan itu, karena sosliasi yang dipandang kurang.
Wisada menambahkan, kini Perwali masih dalam penyempurnaan yang nantinya menelorkan Perwali baru.
Dari masukan dan pandangan berbagai pihak, intinya bagaimana memperjelas tupoksi DKP hingga desa atau kelurahan dalam penangana sampah.
Namun berkat upaya serius dilaksanakan secara bertahap, masyarakat mulai meningkat kepedulian terhadap sampah dalam menciptakan kebersihan di lingkungan tempat tinggalnya.
Dengan adanya sanksi denda berat, bagi mereka yang sembarangan membuang sampah, terbukti efektif dan mampu menekan tingkat pelanggaran.
Masyarakat bisa lebih mentaati aturan, membuang sampah pada tempat dan waktu yang telah ditetapkan.
“Bahkan, ada warga Desa Pekraman Sesetan yang terbukti membuang sampah sembarangan disidang tipiring dan diharuskan membayar denda hingga Rp2 juta,” sambungnya.
Penindakan berupa sanksi denda sebenarnya, bukan tujuan utama dari lahirnya aturan itu. Lebih penting dari itu semua, bagaimana masyarakat tumbuh kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan di ling kungan masing-masing dari sampah.
Bagaimana tidak, sampah telah menjadi problem serius Kota Denpasar yang belum mampu terpecahkan dengan tuntas. Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar Selatan, yang semakin hari semakin penuh, dan melebihi daya tampung, bisa melahirkan persoalan baru,
Mengingat, produksi sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Denpasar cukup banyak mencapai 800 ton setiap harinya.
Sementara, kesadaran masyarakat akan penanganan sampah belum seperti diharapkan. Dipihak lain, pemerintah kesulitan untuk mencari tempat pembuangan sampah yang baru.
“Jika tidak mulai dari diri kita sendiri dalam menjaga kebersihan, maka sampah-sampah itu akan menumpuk,” katanya belum lama ini. Bukan hanya mengganggu pemandangan namun juga bisa menjadi sumber penularan penyakit.
Meski begitu, perlahan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan dari sampah, semakin meluas. Termasuk, mereka yang memiliki kepedulian untuk menjaga lingkungan di hilir seperti di sekiter pantai selatan Denpasar yang diselimuti hutan mangrove.
Menurut Ni Wayan Daningsih seorang pegiat lingkungan di sekitar hutan Mangrove, hampir setiap saat, sampah kiriman terlebih an organik atau kimiawi membanjiri kawasan Taman Hutan Mangrove Ngurah Rai dan sekitarnya .
Berbagai macam sampah plastik, hingga bekas perabotan rumah, mengalir dari hilir lewat sungai-sungai yang bermuara di perairan Benoa.
Hampir di semua sisi pesisir di perairan Benoa tidak lepas dari serbuan sampah. Padahal, sampah plastik itu sangat mengancam keberlangsungan hidup pohon mangrove yang populasinya semakin terdesak oleh pesatnya pembangunan sarana akomodasi pariwisata khususnya di Bali Selatan..
Sampah yang tidak bisa terurai itu menutupi mencemari, akar-akar mangrove sehingga mengganggu pertumbuhannya dan jika dibiarkan akan mati.Jika, tidak ada penanganan dan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan, maka lambat laut hutan manrgrove yang menjadi paru-paru Denpasar, semakin tergerus.
“Setiap hari setidaknya kami bersihkan sampai 1,3 ton sampah,” sebut Daningsih. Sebagian besar atau sekira 70 persen sampah-sampah itu berasal dari sampah plastik.
Karenanya, dia mengetuk semua kalangan masyarakat utamanya di perkotaan atau di hulu, agar tidak membuang sampah ke sungai. Sebab, pada gilirannya sampah-sampah terlebih plastik, akan mengalir mencemari perairan selatan termasuk di Teluk Benoa.(rhm)