Muhammadiyah Siap Kembalikan Izin Tambang Jika Rusak Lingkungan

Hasil kajian Muhammadiyah Kasus Wadas,Banyuwangi hingga PIK ada korelasi kebijakan nasional, PSN, kerap jadi hulu bencana dan konflik agraria

20 Desember 2025, 05:33 WIB

Yogyakarta– Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan pernyataan keras terkait dampak masif Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dinilai menjadi akar dari berbagai krisis di tanah air.

Kebijakan pembangunan era Presiden Joko Widodo tersebut dituding berelasi kuat dengan bencana lingkungan, konflik agraria, hingga tragedi kemanusiaan yang memilukan.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas, menegaskan kesimpulan ini bukanlah asumsi belaka. Hal ini merupakan buah dari riset lapangan multidisipliner yang dilakukan oleh jaringan perguruan tinggi Muhammadiyah sejak tahun 2016.

Dalam keterangannya di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (19/12/2025), Busyro membedah pola kerusakan yang konsisten di berbagai wilayah.

“Hasil kajian kami di Rembang, Wadas, Banyuwangi, PIK, hingga Halmahera Tengah menunjukkan korelasi kuat: kebijakan nasional, khususnya PSN, kerap menjadi hulu dari bencana dan konflik agraria yang dialami rakyat,” tegas Busyro.

Ia mencontohkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Sejak 2016, Muhammadiyah telah memperingatkan bahwa proyek tersebut tidak layak dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan, terutama dengan beban utang luar negeri yang mencapai Rp 80 triliun.

Namun, suara kritis tersebut seolah berlalu, bahkan kini muncul rencana serupa untuk rute Jakarta-Surabaya.

Kasus Wadas juga disorot sebagai cermin nyata “hilirisasi kebijakan pusat” yang berujung pada penggundulan hutan dan benturan sosial demi kepentingan tambang andesit.

Di tengah situasi ini, Muhammadiyah melihat adanya titik terang di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Busyro menilai Presiden Prabowo memiliki momentum emas untuk melakukan koreksi total terhadap arah pembangunan nasional.

Namun, koreksi ini tidak cukup dengan kata-kata. Muhammadiyah menuntut langkah konkret berupa:

Perbaikan Sistem Hukum: Mengaudit tiga UU politik (UU Parpol, UU Pemilu, dan UU Pilkada) yang dinilai menjadi pintu masuk state capture corruption oleh para pemodal.

Penguatan KPK: Presiden didesak segera menerbitkan Perppu untuk mengembalikan independensi KPK sesuai UU Nomor 30 Tahun 2002.

Status Darurat Kemanusiaan: Pemerintah diminta menetapkan status Darurat Kemanusiaan Nasional di wilayah terdampak bencana berat seperti Aceh, Sumut, dan Sumbar agar penanganan dilakukan secara tuntas dan non-politis.

Menutup pernyataannya, Busyro memberikan penegasan moral yang mendalam terkait keterlibatan Muhammadiyah dalam pengelolaan sumber daya alam. Muhammadiyah memastikan tidak akan menutup mata jika aktivitas tambang justru membawa nestapa.

“Jika pengelolaan tambang lebih banyak menimbulkan kerusakan dan penderitaan bagi masyarakat, Muhammadiyah secara bertanggung jawab akan mengembalikan izin usaha pertambangan (IUP) tersebut kepada pemerintah,” pungkasnya.***

Berita Lainnya

Terkini