Muktamar NU di Jombang Momentum Kebangkitan Islam Kedua

1 Agustus 2015, 12:03 WIB

Kabarnusa.com – Perhelatan Muktamar ke-33 NU pada 1-5 Agustus di Jombang, Jawa Timur diharapkan menjadi momentum untuk mendorong kebangkitan kedua bagi organisasi sosial keagamaan Islam terbesar di dunia ini.

Dalam pandangan, A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Mohammad Nuh, kebangkitan kedua akan terjadi ketika NU berusia 100 tahun pada 2026, yang kondisinya berbarengan dengan kebangkitan Asia.

“Agar kebangkitan kedua NU dapat berjalan dengan baik, ada sejumlah hal yang perlu dipersiapkan salah satunya memperkuat komitmen dengan mengacu pada komitmen awal pendirian NU,” ujar Nuh dalam siaran perasnya Sabtu (1/8/2015).

Dikatakan, NU didirikan tiga organisasi yang berkomitmen pada pemberdayaan masyarakat yakni Nahdlotul-Wathon (1916), Taswirul Afkar dan Nahdlotul Tujjar (1918).

Dari komitmen awal itu, dia menilai NU perlu memperkuat pemberdayaan dan pelayanan kepada masyarakat, khususnya warga Nahdliyin dalam tiga bidang utama yakni pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

“Kita harus berani melihat diri sendiri, apakah di tiga bidang itu kita sudah cukup punya produk dan kontribusi ikonik,” imbuh Nuh yang Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya itu.

Di antara produk dan kontribusi bisa dilihat, apakah NU punya perguruan tinggi bermutu yang menjadi rujukan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya.

“Jika belum, maka kita perlu bekerja keras melakkan pembenahan agar NU punya produk dan kontribusi ikonik di tiga bidang tersebut,” ucap salah satu pendiri Universitas NU Surabaya.

Nuh melihat, sejalan dengan perbaikan perekonominan Indonesia, terjadi mobilitas vertikal masyarkat NU.

Jika NU tak bisa mewadahi, maka mobilitas vertikal tersebut tidak akan banyak bermanfaat bagi NU secara organisasi.

Apabila pembenahan itu mampu mewadahi mobilitas masyarakat NU, maka NU akan lebih punya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan menjadi organisasi besar dunia, dengan misi rahmatan lil alamin.

“Sehingga NU akan lebih bisa mewarnai wajah Islam dunia,” tegas mantan Mendikbud ini.

Yang tak kalah pentingnya, NU tetap melestarikan dan memperkuat sistem ahlussunah wal jamaah (aswaja) untuk membangun peradaban bangsa dan umat manusia.

Juga meningkatkan kemanfaatan terutama dalam memenuhi kebutuhan fundamental: pendidikan, kesehatan dan perekonomian.

Langkah strategis itu kemudian dibarengi dengan upaya transformasi organisasi. “Setidaknya ada empat langkah transformasi,” tutur mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini.

Di bagian akhir, NU diminta melakukan mobilisasi sumber manusia dan asetnya, yang tersebar untuk masuk ke rumah besar NU.

Perlu dilakukan penguatan tata kelola, termasuk standar operasional-prosedur dan modernisasi infrastruktur. Ketiga, penguatan dan pemberdayaan majelis wakil cabang (MWC), cabang, wilayah, badan-lembaga otonom dan keempat penguatan jejaring NU.(ali)

Berita Lainnya

Terkini