Fredrich Yunadi kuasa hukum Pemohon Preperadilan (Foto:Kabarnusa) |
Denpasar – Panitera Pengadilan Niaga Surabaya, Darno SH MH disomasi atau diberi teguran keras lantaran diduga melakukan tindak pidana dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan sebagaimana Pasal 421 KUHP jo Pasal 423 KUHP jo Pasal 30(1) Pasal 45(1) UU No. 19 tahun 2008,
Somasi atau teguran disampaikan March Vini Handoko Putra selaku Direktur PT Dwimas Andalan Property (PT DAP) berkedudukan di Denpasar Bali, melalui tim pengacaranya dari Yunadi & Associates berkedudukan di Jakarta.
Dalam dalam hal ini, diwakili DR Fredrich Yunadi SH LLM, Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi MH MSc, Ir Heroe Soewarno SH, DR H Ricco Akbar SH MH, Bagus Satrio SH, Auliah Andika SH MH, Ir. Sjahril Nasution SH MH, Riki Martim SH, Rizki Masapan SH, dan Putri Dian Mayasari SH.
Kata dia, melalui surat somasi bernomor Ref: 209/YA-FY/HDK-LIT/SMS/II/2014 tertanggal 8 Februari 2014, pihaknya memperingatkan panitera tersebut untuk segera meminta maaf secara terbuka kepada kliennya dalam jangka waktu 1 X 24 jam setelah menerima sura teguran ini.
Jika tidak mengindahkan atau mengabaikan teguran ini, maka pihaknya segera mengambil langkah hukum baru, baik terhadap pribadi panitera tersebut, maupun terhadap oknum-oknum di Pengadilan Niaga pada PN Surabaya.
“Pihak-pihak lain yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung baik secara hukum pidana, hukum korupsi maupun hukum perdata juga akan kami lakukan upaya hukum,” tandas Fredrich Yunadi, usai sidang praperadilan di PN Denpasar, Selasa (11/2/2014).
Dalam somasi itu, disebutkan, jika Darno diduga bersengkongkol dengan oknum-oknum yang mengaku sebagai kurator yang empat kali menyewa preman.
Juga oknum aparat untuk mencoba merampas hak kepemilikan 275 unit kontodel yang sebagian besar adalah milik pihak ketiga pemilik kondotel, namun selalu gagal.
Merujuk keterangan dalam surat No.W.14.U/940/Pdt/H/2014 tertanggal 7 Februari 2014, sebagaimana dimuat pemberitaan media lokal.tertanggal 8 Februari 2014.
Pihaknya dalam mengajukan somasi mempertimbangkan Pasal 421 KUHP dan Pasal 423 KUHP; Pasal 368 KUHP; Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP; Pasal 30 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 tahun 2008; Pasal 99 ayat (2), Pasal 15 ayat (1) dan (3).
Juga Pasal 299 UU No. 37 tahun 2004; HIR Pasal 186 ayat (1) tentang Tugas Pokok dan Fungsi Panitera; serta Putusan No. 20/Pailit 2011/PN.Niaga.Sby,” sebut Yunadi.
Juga diterangkan jika kliennya (MV Handoko Putra) menerima surat yang ditandatangani panitera bernama Darno bernomor W.14.U/940/Pdt/H/2014 tertanggal 7 Februari 2014.
Juga tanggal 7 Februari 2014 juga sekitar pukul 11.30 Wita, surat telah sampai pada Handoko yang diantar seseorang bertampang kurang bersahabat dan tidak mau menyebutkan jati dirinya.
“Hal ini menunjukkan adanya perlakuan istimewa/ special order sehingga sudah di luar kelaziman dan kewajaran apabila surat dibuat tanggal 7 Februari 2014, dan selang berapa menit sampai ke tujuan, di mana jarak antara Surabaya dan Denpasar sudah tidak menjadi kendala,” kata Yunadi.
Dalam surat yang sama diterima Kapolda Bali, Kapolresta Denpasar, Kapolsek Kuta, Camat Kuta Tengah, Lurah Kuta dan aparatur lainnya juga para penguasa/pejabat daerah Denpasar/Bali sekaligus tanpa ada tembusannya.
Dikatakan, seharusnya Penitera Pengadilan Niaga pada PN Surabaya mengetahui Denpasar di Provinsi Bali. Jadi, di luar juridiksi PN Surabaya untuk mengirim surat/ relas panggilan sidang atau relas pemberitahuan putusan, sehingga wajib meminta bantuan Ketua PN Denpasar.
“Untuk penyegelan, seharusnya Ketua PN Surabaya bersurat kepada Ketua PN Denpasar untuk memohon bantuan mendelegasikannya, ” terangnya.
Oleh karena itu, tindakan panitera terlalu nekat menandatangani surat yang berakibat hukum tersebut. Baik “de facto” maupun “de jure” surat tersebut adalah tidak sah dan bersifat melawan hukum dan telah mencoba memerintahkan/ menbujuk para aparatur di Bali melakukan perbuatan melawan hukum.
Yunadi menegaskan UU No. 37 tahun 2004 tentang kepailitan hanyalah undang-undang bersifat decalatoir.
karena tidak ada hukum acara niaga sebagai alas landasan hukum melaksanakan putusannya.
Juga tidak ada satupun pasal dalam UU No. 37 tahun 2004, yang memberikan wewenang baik kepada Ketua Pengadilan Niaga, Majelis Hakim Pengadilan Niaga, Hakim Pengawas.
Apalagi wewenang kepada Panitera untuk melaksanakan eksekusi, terlebih lagi terhadap kurator yang notabennya hanya seseorang yang diberikan tugas sebagai pengurus boendel pailit oleh Hakim Pengawas. (rma)