DENPASAR – Lantaran keberadaannya sudah tidak dianggap lagi bahkan saat RUPS tidak dilibatkan padahal sebagai pendiri Sekolah Perhotelan Bali/Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional (SPB/STPBI) akhirnya I Wayan Djanthen terpaksa menggugat lembaga yang didirikannya ke Pengadilan Negeri Denpasar.
Dari pengkuan Djanten, diketahui sejak tahun 2011 sampai sekarang tidak pernah diundang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Merasa diperlakukan tidak adil, Djanthen memberikan kuasa untuk gugatan perbuatan melawan hukum kepada I Nyoman Sumantara, SH,MH, I Nengah Yasa Adi Susanto,SH,MH,CHT., dan Ni Wayan Astiti Asih,SH,MH, dari kantor hukum Widhi Sada Nugraha & Partners yang beralamat di Jl. Tukad Barito Timur 7A Renon Denpasar ini.
Atas kasus yang dikawalnya, kuasa hukum Adi Susanto menegaskan gugatan tanggal 2 Oktober sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri Denpasar dan kini tinggal menunggu jadwal sidang.
“Klien kami terpaksa menempuh upaya hukum karena selama 7 tahun tidak pernah diundang untuk RUPS bahkan sejak tahun 2011 tidak pernah diberikan deviden atas kepemilikan saham di PT. Dharma Widya Ulangun yang mengoperasikan SPB/STPBI dan PT. Bali Duta Mandiri,” jelasnya.
Perusahaan itu memiliki PPTKIS untuk memberangkatkan TKI dan mahasiswa magang ke luar negeri. Kata Adi, kliennya salah satu pendiri SPB/STPBI tahun 1998 yang sebelumnya meminjam lahan di salah satu SMK di Jl. Ratna Denpasar.
“Klien kami menjabat sebagai Wakil Direktur sampai Agustus tahun 2010 dan sejak tahun 2005 menjabat sebagai Presiden Komisaris di PT. Dharma Widya Ulangun sampai mengundurkan diri pada Agustus tahun 2010,” tuturnya.
Sedangkan di PT. Bali Duta Mandiri adalah menjabat sebagai Komisaris Utama namun sejak menjabat tahun 2007 sampai Agustus tahun 2010 klien kami tidak pernah diberikan gaji tegas Advokat asli desa Bugbug, Karangasem ini.
Dijelaskan, pengorbanan klien kami untuk membesarkan SPB/STPBI tidak pernah dihargai bahkan diawal pembentukan kedua lembaga tersebut klien kami ikut meminjamkan sertifikat rumahnya di Jalan Ahmad Yani, Lumintang Denpasar untuk diagunkan di salah satu Bank swasta di Denpasar untuk penambahan modal membeli tanah di Jl. Kecak Denpasar tempat SPB/STPBI saat ini.
Adi menambahkan, kliennya mengundurkan diri jadi Wakil Direktur SPB/STPBI serta jabatan lainnya di PT. Dharma Widya Ulangun dan PT. Bali Duta Mandiri sejak Agustus 2010.
Pengunduran diri ditempuh karena sudah tidak cocok dengan gaya kepemimpinan di lembaga dan kedua PT tersebut. Anehnya sampai saat ini, penggugat tidak pernah diberikan uang penggantian hak serta uang penghargaan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.
“Saya kurang tahu apakah SPB/STPBI memiliki peraturan perusahaan ataukah tidak karena sepertinya managemen di lembaga tersebut tidak paham dengan UU Ketenagakerjaan,” sambungnya.
Parahnya lagi sejak mengundurkan diri dari SPB/STPBI klien kami tidak pernah diundang untuk menghadiri RUPS padahal klien kami belum pernah menjual sahamnya baik PT. Dharma Widya Ulangun maupun di PT. Bali Duta Mandiri, tegas Advokat muda yang juga pemerhati TKI ini.
Kuasa hukum lainnya, I Nyoman Sumantara menambahkan, kliennya sudah berusaha menjalin komunikasi dengan pimpinan di SPB/STPBI serta Direksi di kedua PT tersebut bahkan sudah bersurat sebanyak tiga kali.
Hanya saja, sangat disayangkan pihak SPB/STPBI tidak menanggapinya dan malah menantang klien kami untuk menyelesaikan permasalahan ini di Pengadilan. Kliennya tidak ingin menghancurkan lembaga yang didirikannya tapi demi mendapatkan kepastian hukum maka pihaknya akan mencari keadilan sampai ke ujung langitpun.
Bahkan pihaknya juga berencana menggugat ke peradilan hubungan industrial karena sampai saat ini belum mendapatkan hak-hak normatifnya selaku mantan Wakil Direktur SPB/STPBI serta Presiden Komisaris PT. Dharma Widya Ulangun dan Komisaris Utama PT. Bali Duta Mandiri.
Seharusnya sebagai pendiri dan berjasa terhadap kemajuan SPB/STPBI ini klien kami harusnya tetap dihargai dan bukan malah dicampakkan begitu saja, tutup Advokat asli Pesedahan, Karangasem ini.(rhm)