PNPM Tak Bisa Dijadikan Model Pendampingan Desa

21 Maret 2016, 07:11 WIB

Kabarnusa.com – Adanya UU No.6/2014 tentang Desa banyak perubahan signifikan dalam proses pembangunan desa sehingga Model pendampingan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM tidak bisa lagi dijadikan model pendampingan desa. .

Sejak diberlakukannya UU Desa, Desa mempunyai kewenangan untuk menentukan sendiri pengelolaan dana desa yang dikucurkan langsung oleh Pemerintah Pusat.

Kepala badan pemberdayaan masyarakat dan pemerintah desa Kabupaten Ponorogo, H. Najib Susilo, M.M dalam surat tertulis yang dikirimkan ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, menyatakan pemberlakuan UU Desa model pendampingan PNPM sudah tidak bisa lagi diterapkan.

Kalau PNPM merupakan program dari pusat dan desa terikat oleh aturan-aturan yang ada di PTO sehingga desa harus ikut pendamping, untuk sekarang uang sudah ada di desa sumbernya bukan hanya dari Dana Desa, melainkan ada alokasi Dana Desa (ADD).

“Bagi hasil pajak, PADesa dan dimasukan di APBDesa yang pengelolaannya merupakan kewenangan desa bersangkutan,” kata Najib Minggu 20 Maret 2016.

Kata Najib, desa yang menjadi subjek pembangunan, punya kewenangan penuh dalam menentukan nasibnya sendiri.

Apalagi, dengan karakteristik yang berbeda kebutuhan akan pendamping antara desa satu dengan desa yang lainnya menjadi berbeda.

“Sehingga dibutuhkan pendamping yang memiliki pemahaman tentang desa dan kebutuhan desa, sesuai dengan karakternya masing-masing,” tuturnya.

Ketua Seketriat Nasional (seknas) Jaringan Pemantau Pendamping  Desa (JP2D) Jawa Barat, Heri Kurniawan menyatakan bahwa peranan dan fungsi Pendamping Desa memiliki banyak perbedaan dengan pendamping PNPM.

Mengacu Peraturan Menteri Desa, PDT  dan Transmigrasi No. 3 Tahun 2015, menurut Heru pendamping desa adalah kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi desa.

Sedangkan tujuan pendampingan desa meliputi peningkatkan kapasitas, efektifitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan desa, kedua peningkatkan prakarsa, kesadaran, dan partisipasi  masyarakat Desa dalam pembangunan Desa yang partisipatif.

Ketiga peningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor yang terakhir terkait pengoptimalan asset lokal desa secara emansipatoris.

Kalau eks PNPM ini merasa paling pengalaman mendampingi desa, maka menunjukkan bahwa mereka adalah mental pekerja bukan mental pemberdaya.

“Karena jiwa pemberdaya adalah jiwa yang menghargai orang lain bukan memaksakan kehendak,” ujar Heri.

Di sisi lain, Heri juga menyoal keinginan eks PNPM yang menginginkan menjadi pendamping desa secara otomatis tanpa melalui jalur tes.

PNPM menurut Heri perlu menyelesaikan dana bergulir yang di kelola PNPM yang jumlahnya  mencapai milyaran rupiah bagi setiap Kabupaten/ kota, keberadaanya hingga saat ini tidak pernah jelas.

Tentu, hal itu yang mesti di ungkap dan diusut oleh pihak yang berwenang di wilayahnya.

“Dengan ketidaktranparansian dana bergulir yang telah di kelola bertahun-tahun oleh para pelaku PNPM, itu sudah merugikan negara beserta rakyatnya,” tandasnya.

Akibat tidak adanya transparansi dana bergulir yang dikelola PNPM, banyak para eks PNPM yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi penyalahgunaan dana PNPM.

Salah satunya adalah penyitaan rumah dan tanah milik mantan Bendahara PNPM Nanga Pinoh, Rosita Nur,yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Sintang, pada Senin (2/6).

Penyitaan dipimpin kasi pidsus kejari Sintang Coky Caolus didampingi beberapa staf dan aparat kepolisian.

Penyitaan tersebut disertai dengan pemasangan papan plang bertuliskan, tanah dan bangunan ini telah disita dalam perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana PNPM Kabupaten Melawi. (kto)

Berita Lainnya

Terkini