DENPASAR – Sebanyak tujuh perempuan dari berbagai daerah yang terpilih sebagai Putri Sulamit mulai menjalani program di tahun ini salah satunya seperti dilakukan asal Bali yang mengajak rekan-rekannya untuk mengenal berkomunikasi dengan dunia kaum tuli dan bisu di Bali.
Ketua Program Putri Sulamit Yohana Limarno menjelaskan, sejak enam bulan lalu telah mendirikan kegiatan tersebut yang diharapkan dapat berkembang menjadi wanita yang memberikan inspirasi melalui program sosial.
Program sosial itu telah dibuat mereka sendiri diantaranya seperti wakil Bali yang mengelar kegiatan belajar bahasa isyarat. Tujuh Putri Sulamit itu terpilih sebagai Putri Sulamit tersebut mewakili daerahnya masing-masing antara lain Manado, Surakarta, Serang, Medan dan Bali.
“Ini bertujuan menemukan, membina dan memberikan dukungan kepada para wanita Indonesia yang memiliki hati mulia untuk meraih impiannya yang menitikberatkan pada misi sosial,” jelasnya.
Yohana menjelaskan, kegiatan di Bali tersebut merupakan pertama kalinya dilaksanakan mengusung tema “Berarti lewat hati”, dengan harapan ketujuh wanita tersebut terus dapat memunculkan program-program sosial yang mampu membantu masyarakat.
Adanya bantuan bagi mereka yang membutuhkan, termasuk yang mengalami gangguan bisu dan tuli diharapkan mampu menjadikan bangsa ini semakin cerdas.
AA Istri Putri Dewi Jayanti |
AA Istri Putri Dewi Jayanti peserta asal Bali menuturkan, cara belajar bahasa isyarat awalnya merasa kesulitan. Sejak empat bulan lalu dia menekuninya setelah itu, secara perlahan bisa berkomunikasi dengan anak-anak tuna rungu dan tuli scara aktif.
Program sosial yang diprakarsai Dewi Jayanti yang akrab dipanggil Gektri mengundang lebih dari 30 anak kaum tuli beserta rekan-rekan media dengan juga melibatkan para putri Sulamit yang dipilih dari berbagai daerah di tanah air.
Ke 7 putri ini adalah Akwilina Jeni dari Ngabang, Nishada Warih Segara Muncar dari Surakarta, Poppy Indrawati dari Serang, Trya Divinity Malensang dari Manado, Duma Mariana Simanjuntak dari Medan, Yunita Alanda Monim dari Sentani, dan A.A. Istri Putri Dwi Jayanti dari Denpasar selaku penggagas ide sosial ini.
Aksi sosial ini menjadi spesial karena dilakukan pertama kalidan di Bali sebagai rangkaian dari program putri Sulamit yang peduli dengan lingkungan sekitar. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Yohana Limarno salah satu founder dari program ini.
“Salah satu putri Sulamit yang berasal dari Bali, akan dapat menunjukkan secara nyata wujud impiannya membantu komunitas Tuna Rungu di Bali, dan kita semua dapat menyaksikannya langsung”.
Ditambahkan oleh Lisa Sanusi sebagai Founder juga, “kami sepenuhnya mendukung ide dari Gektri mengenai rasa pedulinya terhadap kaum tuli karena ini sesuai dengan tujuan para putri, mereka mempunyai kesempatan dan ruang untuk berbicara dan bertindak”.
Hadir juga sebagai pengisi acara yakni Angkie Yudistira sebagai seseorang yang aktif di bidang sociopreneur. Dia membagikan kisah inspiratifnya sebagai orang yang juga kaum tuli kepada peserta Dafe talk yang datang.
Dia mengatakan, “Dunia kaum tuli dan kaum dengar (umum) harus disamakan secara kehidupan, jangan dibeda-bedakan”. Angki pun berpesan kepada peserta kaum tuli untuk mendahulukan pendidikan supaya bisa menaikkan derajat kita naik, jangan menyerah mengejar cita-cita, dan tetap percaya diri terhadap dunia luar.
Program Sosial ini ditutup dengan pembacaan puisi menggunakan bahasa isyarat oleh peserta kemudian dilanjutkan dengan foto bersama para putri Sulamit, peserta kaum tuli deaf talk, crew Putri Sulamit, dan rekan-rekan media. Lalu diakhiri dengan makan siang bersama dan ramah tamah. (rhm)