Rawan Penyebaran HIV, Kasus LSL Meningkat di Bali

22 Juni 2021, 00:00 WIB

Penguatan Kelompok Jurnalis Peduli AIDS (KJPA), di Gedung KPA Propinsi
Bali, Jl Melati, Denpasar, Senin (21/6/2021)/Kabarnusa.

Denpasar – Fakta miris terungkap di Bali sampai saat ini angka kasus
Lelaki Seks Lelaki atau LSL masih tinggi sehingga cukup rentan dalam penularan
HIV/Aids.

Dr Gede Agus Suryadinata dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, mengungkapkan hal
itu dalam pertemuan Penguatan Kelompok Jurnalis Peduli AIDS (KJPA), di Gedung
KPA Propinsi Bali, Jl Melati, Denpasar, Senin (21/6/2021).

Pertemuan yang dihadiri sejumlah jurnalis itu, didampingi Pengelola Program
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali, Yahya Anshori dan Yuni Ambara.

Agus menungkapkan, dari data yang dihimpunnya, sejak empat tahun terakhir,
angka LSL di Bali terus meningkat bahkan jauh sebelum pandemi Covid-19. Secara
global, kasus LSL juga mengalami peningkatan.

Dia curiga, LSL di Bali tetap tinggi angkanya karena mereka bertempat tinggal
atau menetap di Bali.

Jadi, mereka ini tidak terpengaruh pandemi Covid-19. Kondisi ini berbeda
dengan pekerja seks komersial, mayoritas berasal dari luar Bali sehingga
ketika pandemi mereka tidak bisa beroperasi, melayani konsumen.

Karena situasi pandemi ekonomi sulit sehingga mereka para pekerja seks, pulang
ke kampungnya tidak tinggal di Bali lagi.

Sedangkan LSL tetap banyak tinggal di Bali yang tidak terpengaruh dengan
pandemi. Mereka berbeda dari strata ekonomi atas atau ekonominya lebih baik
dibanding wanita pekerja seks atau populasi yang lainnya.

“Memang trennya LSL naik, sebelum pandemi sudah naik, jadi tidak terpengaruh
pandemi,” imbuhnya.

Mereka ini, banyak bermain lewat secara virtual atau aplikasi online seperti
kasus di Jakarta baru-baru ini. Mereka kini bermain di area tersebut termasuk
di Bali. “Setrategi menjangkau mereka, lebih cocok kalau digunakan melalui
sistem online,” tandasnya.

Senada itu, Yahya Anshori menambahkan, ada pergeseran sebelum pandemi, 70
persen di lokasi. Ketika media sosial chating apalagi 70 persen online,
sisanya di lokasi.

Data riil, dicontohkan, dari 30 orang yang periksa mereka beroperasi melalui
transaksi online.Sampai saat ini, kasus 35 sampai 40 persen, kasus LSL di Bali
meningkat atau populasi terbesar LSL.

“Estimasi ODHA di Bali, 25 ribu itu, porsi terbesar paling banyak LSL,” imbuh
Agus lagi.

Banyak populasi yang belum tersentuh sehingga cukup mengkhawatirkan. Karena
aktivitasnya cukup eksklusive populasi mereka, secara online sehingga
mengkahwatirkan, otomatis menyulitkan pelayanan untuk mengakses mereka.

“Orang layanan tidak tahu, mana perilaku berisiko mana pekerja seks, kalau
mereka jalurnya online,” imbuhnya. Di pihak lain, Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA) Provinsi Bali memandang masalah HIV-AIDS masih merupakan ancaman
kemanusiaan.

Agus mengakui, pencegahan dan penanggulangan penyakit HIV-AIDS terkesan kurang
mendapatkan perhatian belakangan ini, di tengah fokus dunia menghadapi pandemi
Covid-19 yang semakin meluas.

“Padahal AIDS tetap merupakan permasalahan serius yang harus ditangani juga
secara serius,” tandasnya.

Meskipun saat HIV sudah terkendali dengan estimasi ODHA sebanyak 25.996 orang
di Bali, namun bila lengah tidak mustahil dapat terjadi lonjakan hingga
merebak lagi menjadi pandemi AIDS seperti di era 1980.

Untuk itu pihaknya menggelar acara ini kepada kaum Jurnalis untuk
mensosialisasikan ke masyarakat untuk lebih mengenal lebih dalam seputar virus
HIV. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini