‎Rawat Kebhinekaan, Buka Puasa Bersama di Bali Libatkan Lintas Agama

11 Juni 2017, 22:55 WIB
Umat Muslim buka puasa bersama dengan lintas agama di Bali

DENPASAR – Keharmonisan dan toleransi antar umat beragama tercermin di Bali saat umat Islam melaksanakan buka puasa bersama melibatkan umat lain atau lintas agama.

Memasuki hari ke-16, saat umat muslim menunaikan ibadah puasa Ramadan yang Bertepatan Malam Nuzulul Quran (malam turunnya wahyu pertama Alquran) ini, suasana berbeda tercipta di rumah Nyoman Gde Sudiantara, salah seorang tokoh masyarakat di Bali.

Ya, Sudiantara yang disapa Punglik itu, menggelar acara buka puasa bersama dengan mengundang umat Muslim dan umat lintas agama lainnya seperti Hindu, Katolik dan kristen hinggga Tionghoa.

Puluhan tokoh masyarakat dan agama hingga aktivis kemahasiswaan membaur bersama di rumah penggagas kelompok GRAK (Gerakan ‎Anti Radikalisme).

“Buka puasa bersama Elemen GRAK ini sebagai bentuk kebersamaan dan semangat berbagi kepada sesama. Terutama, bagi mereka kaum Yatim, Piatu dan Duafa.” kata Ketua Panitia Buka Puasa Bersama, Imam Munawir, Minggu (11/6/2017)

Sebelum acara buka bersama, diisi pembacaan Ayat Suci Alquran dan kegiatan seni dan budaya seperti musik rebana yang menghidupkan suasana petang itu. Acara juga diisi doa bersama termasuk berdoa untuk persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.

Kemudian, ada penghafalan pancasila, sholat maghrib bersama dan acara makan takjil dan buka puasa bersama-sama dalam satu meja yang ditata memanjang yang dalam istilah Bali dikenal dengan nama “Megibung”

Kata Munawir pihaknya mengingatkan, bahwa membicarakan Indonesia tidak bisa berbicara satu, dua golongan. “Jadi, membangun sebuah gerakan anti radikalisme, ini adalah tujuan untuk persatuan dan kesatuan dan saling menghargai antar sesama,” ucapnya.

Jalannya, buka puasa bersama nampak lancar dan berlangsung dalam suasana hangat dan akrab. Tidak ada rasa canggung atau berjarak antar umat termasuk tuan rumah Punglik ikut makan bersama-sama dalam satu tempat yang ditata memanjang lengkap dengan menu buka puasa.

Mulai dari anak-anak hingga orang tua, bergumul makan bersama di makanan yang digelar dan dimakan bersama-sama. Umat Muslim, Hindu, Kristiani dan Katholik pun akhirnya.

Dalam tausiyahnya Ustad Nur Alit‎ menyatakan, sedari awal ulama besar Indonesia, Kyai Haji Maimun Zubair. telah menggarisbawahi ketika berbicara tentang Indonesia, ialah berbicara tentang Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

“Ketika Indonesia yang dibicarakan, harus mengacu dua hal itu. Karena itu NKRI itu harga mati. Kita harus tahu dan memaknai hubungan antar manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia,” tegasnya.

Hal sama ditegaskan Punglik, kebersamaan dalam berbuka puasa bersama dengan anak Yatim, Piatu dan Duafa ini merupakan sebagian kecil dari apa yang bisa dilakukan untuk hubungan harmonis antara umat beragama di Indonesia.

Hal ini, juga bagian dari amalan ajaran Hindu yang meyakni Tri Hita Karana, tiga hubungan manusia dengan Tuhan, Manusia dan Alam. Sehingga, apa yang dilakukan ini semata-mata untuk menjaga kebersamaan di Bali dan bisa menjadi contoh untuk daerah lainnya.

“Inilah keinginan kami (elemen lintas agama) untuk Indonesia tetap satu. NKRI harga mati. Dan kebersamaan antar umat ini tidak akan runtuh dengan segala upaya yang akan memecah belah. Dan selamat bagi umat Muslim untuk menjalankan ibadah puasa dan semoga di hari yang Fitri ini kita semua bisa senantiasa berbagi,” tutup pengacara kondang di Bali itu. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini