Ribuan Pekerja Bali Tak Masuk Kepesertaan, Pemuda Muhammadiyah Soroti Kinerja Jamsostek

23 Mei 2021, 11:37 WIB

Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Bali M.Sobri (dua dari
kanan)/Dok. PP Muhammadiyah

Denpasar – Pemuda Muhammadiyah Bali melancarkan kritik atas Kinerja
BPJS Ketenagakerjaan yang dinilai optimal terbukti masih banya pekerja yang
tidak masuk kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan atau Jamsostek.

Diketahui, Instruksi Presiden RI (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 Tentang
Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan telah
diterbitkan sejak 25 Maret 2021.

Inpres diterbitkan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan Program Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan dan untuk menjamin perlindungan kepada pekerja dalam
Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Presiden Jokowi menginstruksikan kepada jajaran kementerian/lembaga untuk
mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan Program Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan.

Pendanaan untuk optimalisasi pelaksanaan Program Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan sumber lain yang sah dan tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Atas implementasi Inpres, Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Bali
M.Sobri menyampaikan kritiknya terhadap kesiapan BPJS Ketenagakerjaan
Bali-Nusra-Papua (Banuspa) melalui siaran pers di Denpasar, Sabtu (22/5).

Pihak BPJS Ketenagakerjaan di wilayah Banuspa tidak menunjukkan kesiapan
secara konkrit terhadap implementasi Inpres No 2 Tahun 2021 tersebut. Terbukti
jumlah tenaga kerja formal di Bali sebesar 1.298.450 orang atau sekitar
(50.73%).

Sedangkan yang bekerja di sektor informal sebanyak 1.261.156 orang atau (49.27
persen) sementara jumlah peserta BPJS ketenagakerjaan di Bali hanya 478.000
orang.

Angka tersebut tentunya terbilang jauh jika dibandingkan dengan jumlah
angkatan tenaga kerja di Bali yang mencapai sekitar 2.56 juta orang.

“Hal ini sangat ironis karena total peserta BPJS ketenagakerjaan di Bali hanya
18, 7% dari total potensi pekerja 2.56 juta orang (pekerja formal dan
informal),” sentil pria yang kesehariannya sebagai pendidik di salah satu
sekolah di Bali ini.

Guna meningkatkan jumlah kepesertaan tersebut, lanjut Sobri mestinya BPJS
Ketenagakerjaan melakukan kolaborasi dengan segenap stakeholdres yang ada di
Bali.

“Saya melihat selama ini BPJS Ketenagakerjaan Banuspa tidak kolaboratif dengan
berbagai stakeholder yang ada di Bali dan cenderung eksklusif,” kritik Sobri,
pendakwah muda.

Menurutnya, paradigma yang dipakai BPJS ketenagakerjaan ini masih seputar
pengembangan investasi dibanding ke aspek pelayanan publik secara prima dan
rekrutmen kepesertaan yang rendah dan minim sosialisasi kecuali lebih banyak
menempel ke pemerintah daerah.

Pria asal Sumbawa ini melanjutkan, melihat kondisi selama ini ia menyatakan
pesimis terhadap internal BPJS Ketenagakerjaan yang dinilainya kurang peka
terhadap kebijakan perlindungan dan jaminan sosial ketenagakerjaan yang
diinstruksikan Presiden Jokowi itu.

“Pihak BPJS Ketenagakerjaan tidak siap sebab masih didominasi paradigma
pengembangan investasi dibandingkan kepesertaan dan penerapan Inpres
tersebut,” imbuh Sobri. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini