Kabarnusa.com – Keinginan Sabha Walaka menyampaikan paparan hasil kajian Kawasan Suci Teluk Benoa di Pesamuhan Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) kandas. Upaya penjegalan terhadap Sabha Walaka dalam pesamuhan disesalkan banyak tokoh masyarakat di Bali.
Awalnya, Sabha Walaka telah diagendakan untuk menyampaikan bahan-bahan hasil kajian mereka dalam persidangan PHDI Pusat pada Sabtu 9 April 2016 malam.
Rupanya, paparan Sabha Walaka yang sudah diagendakan, didrop atas usulan Ida Acharya Agni Yogananda.
Alasannya, Sabha Walaka sudah memaparkan Rekomendasinya dalam Pasamuhan Sabha Pandita 23 Oktober 2015 di Jakarta.
Selain itu Pasamuhan Sabha Pandita 9 April 2016 ini, merupakan kelanjutan yang di Jakarta, sehingga paparan Sabha Walaka dianggap tidak perlu.
Ketua Sabha Walaka, Putu Wirata Dwikora sempat membacakan, bahwa menurut Anggaran Dasar, Sabha Walaka bertugas menyiapkan bahan dan mendampingi Sabha Pandita dalam Pasamuhan, utamanya pasal 14 ayat 1 Anggaran Dasar.
Namun Acharya Yogananda tetap berkeras dan menolak paparan Sabha Walaka.
Akhirnya, Pasamuhan Sabha Pandita diisi paparan tunggal Ketua Tim 9, tentang Teluk Benoa dan KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) yang ditugaskan Pasamuhan Sabha Pandita.
Namun, dialog sepenuhnya berlangsung, untuk memberikan masukan tentang Kawasan Teluk Benoa yang sedang menjadi polemik hangat di masyarakat Bali
Diketahui Pasamuhan Sabha Pandita di Parisada Denpasar, dihadiri 25 dari 33 anggota Sabha Pandita, akhirnya memutuskan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci. Walaupun persidangan diwarnai suasana memanas.
Made Suryawan dari Forum Studi Majapahit, dan Gusti Kade Sutawa Gusti Kade Sutawa dari Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali menyampaikan kekecewaanya.
‘’Sebagai umat, kami heran mengapa ada Sulinggih menolak Sabha Walaka mempresentasikan bahan, padahal bahan itu merupakan tugas Sabha Walaka dan sudah disiapkan cukup lama,” kata Suryawan.
Apa yang dirugikan kalau Sabha Walaka memaparkan bahannya.
“Lagi pula saya amati, ada data-data baru selain yang dipaparkan di Pasamuhan di Jakarta?,’’ ujar Agung Suryawan Wiranatha dari Paraspasos.
Pihaknya, tidak bermaksud ikut campur. Namun, karena Parisada itu milik umat, mereka merasa berkewajiban mengkawal selain membantu kerja majelis umat tersebut.
Jro Mangku Suteja, Agung Suryawan Wiranatha dan Ketut Darmika menegaskan, agak prihatin dengan jalannya persidangan.
Sebagai forum pandita yang membahas masalah yang menjadi perhatian umat, semestinya tidak sampai, ada upaya penjegalan Sabha Walaka untuk mempresentasikan bahan.
Walaupun sudah presentasi di Pasamuhan Sabha Pandita di Jakarta, dan yang di Bali merupakan kelanjutan, Sabha Walaka mestinya tetap memaparkan bahannya,
sebab pasti ada perkembangan baru, karena kami pun memberikan masukan kepada Sabha Walaka.
’Ke depan, mereka berharap Parisada khususnya Sulinggih tertentu agar memberikan contoh yang baik. Bagaimana moral dan mekanisme organisasi, khususnya tentang cara mendiskusikan suatu masalah yang sangat penting.
“Tidak elok ditonton, kok kesannya Sabha Walaka dijegal, tidak diberi waktu untuk bicara<‘ imbuh Agung.
Bahkan waktu menjelaskan sesuatu pun tidak diberikan, padahal ini forum Sabha Pandita yang menugaskan Sabha Walaka mendampingi.
Padahal, mereka mengamati secara teknis dalam menjalankan persidangan, Ida Pedanda Gde Bang Buruan selaku Ketua sidang, meminta bantuan Ketua Sabha Walaka, agar persidangan berjalan lancar. (rhm)