Jakarta – Direktur Eksekutif Sentra Keadilan dan Ketahanan (Sekata) Institute, Andri Frediansyah, mengutuk keras aksi kebiadaban yang dilakukan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) terhadap para pendulang emas di Yahukimo, Papua.
Dalam insiden yang terjadi antara 5 hingga 8 April 2025, setidaknya 11 warga sipil tewas secara brutal akibat serangan yang dilakukan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM).
“Ini bukan sekadar tindakan kriminal biasa. Ini adalah aksi terorisme yang terencana dan sistematis, menyasar warga sipil tak bersenjata yang mencari nafkah secara sah,” tegas Andri dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (13/4).
Menurutnya, berdasarkan laporan dari Satgas Damai Cartenz, para korban mengalami luka tembak, tusukan, dan serangan dengan panah.
“Sebanyak 35 pendulang berhasil melarikan diri dan kini berada dalam perlindungan negara, sementara delapan lainnya masih dinyatakan hilang dan dua diduga disandera oleh kelompok bersenjata tersebut”, katanya.
Ia pun singgung, pernyataan OPM yang mengklaim bahwa para korban adalah anggota militer yang menyamar sebagai pendulang emas telah dibantah oleh pihak pemerintah.
“Para korban ini jelas, bahwa tidak ada anggota militer yang terlibat dalam aktivitas penambangan ilegal, dan bahwa para korban adalah warga sipil murni. Apapun alibi para OPM ini membunuh warga sipil tidak dapat dibenarkan”, urainya.
Andri menambahkan bahwa tindakan OPM telah memenuhi unsur-unsur terorisme sebagaimana diatur dalam UU N.o. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Mereka menggunakan kekerasan sebagai strategi utama, menolak negosiasi, menyebar teror dan propaganda palsu, serta menyerang warga sipil. Ini adalah indikator klasik dari kelompok teroris,” ujarnya.
Sekata Institute mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah tegas dengan menetapkan OPM sebagai organisasi teroris dan mengintensifkan upaya penegakan hukum terhadap kelompok tersebut.
“Kita tidak boleh membiarkan aksi-aksi teror seperti ini terus berlangsung dan mengancam keselamatan warga negara. Negara harus hadir dan bertindak tegas,” pungkas Andri.***