Sekda Indra: Pariwisata Bali Bisa Kehilangan Roh Jika Tinggalkan Budaya

29 Januari 2019, 21:50 WIB
Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra mensosialisasikan Peraturan Gubernur No 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali khususnya saat ke kantor

DENPASAR – Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra mengingatkan pariwisata Bali bisa kehilangan rohnya jika orang Bali sampai meninggalkan budayanya. Indra mengurai latar belakang dikeluarkannya kebijakan tentang Hari Berbusana Adat Bali yang tertuang dalam Pergub Nomor 79 Tahun 2018.

Ia mengingatkan bahwa modernisasi dan kemajuan pembangunan harus diikuti dengan penguatan budaya. “Budaya adalah jantung dari semua proses pembangunan. Jika kita meninggalkan budaya, maka kita akan terasing dengan diri dan budaya sendiri,” ucapnya.

Ditambahkan, sebagai salah satu destinasi pariwisata dunia, Bali dikunjungi wisatawan dari berbagai belahan dunia.

“Bukan hanya fisik mereka saja yang datang ke Bali, tapi mereka juga datang dengan atribut budaya dan perilaku yang bisa jadi tak sesuai dengan budaya kita. Bali sangat rentan terpengaruh budaya asing,” imbuhnya.

Guna mengoptimalkan implementasi Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2018 Tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali, Pemprov Bali menyelenggarakan sosialisasi etika penggunaan Busana Adat Bali khususnya yang dikenakan saat ke kantor.

Sosialisasi diikuti perwakilan OPD Pemprov Bali dan instansi vertikal tersebut berlangsung di Ruang Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali, Selasa (29/1) dengan menghadirkan praktisi tata rias dan busana adat Bali dari Lembaga Kursus dan pelatihan (LKP) Agung Dr. AA Ayu Ketut Agung.

Mencermati perkembangan dewasa ini, menurutnya penetrasi budaya asing sudah terjadi. Bila tidak segera diantisipasi, Ia khawatir suatu ketika tak ditemukan lagi orang Bali dengan Budaya Bali di Pulau Bali.

“Jika sampai terjadi, pariwisata pun akan kehilangan rohnya,” imbuhnya. Mepemimpinannya, Gubernur Bali Wayan Koster memfokuskan program kerja pada upaya penguatan jati diri Manusia Bali dan Budaya Bali.

“Yang kita tahu, budaya itu memiliki unsur yang sangat luas, antara lain Busana Adat dan Aksara Bali yang Pergubnya sudah ada. Yang lain akan menyusul,” ujarnya. Pihaknya berharap, Pergub ini dapat diikuti lembaga pemerintahan, pendidikan maupun swasta yang ada di wilayah Provinsi Bali.

“Tak terkecuali instansi vertikal, karena gubernur merupakan perpanjangan tangan pemerintah di daerah. Namun tentu saja ada pengecualian untuk instansi vertikal seperti TNI/Polri yang memang harus mengenakan atribut dinas, terutama yang bertugas di lapangan,” bebernya.

Indra juga seraya menyampaikan terima kasih kepada instansi atau lembaga yang telah menjalankan aturan berbusana adat Bali.

Kepala Biro Organisasi Setda Provinsi Bali I Wayan Serinah menyampaikan bahwa sosialisasi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi terkait aturan berbusana adat Bali ke kantor. Menurutnya, busana yang dikenakan harus sesuai nilai kesopanan, kesantunan, kepatuhan dan kepantasan.

Sedangkan AA. Ayu Ketut Agung dalam paparannya menyampaikan bahwa busana yang tepat digunakan ke kantor untuk perempun adalah atasan (kebaya) berbahan katun dengan model kartini. Sementara bawahannya adalah kamen berbahan tenun tradisional seperti endek atau batik Bali.

“Kamen menutupi mata kaki, tumit kelihatan dan tidak diwiru. Karena wiru itu bukan budaya Bali,” jelasnya. Sementara untuk alas kaki, aturannya tidak tertutup (ujung jari kelihatan), bukan selop/sandal jepit.

Sedangkan untuk laki-laki, menggunakan kemeja lengan pendek atau panjang berbahan endek/katun/batik Bali, bawahan kamen lengkap dengan kampuh dan umpal. Busana adat laki-laki juga lengkap dengan udeng berbahan endek/batik Bali. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini