![]() |
ilustrasi buruh pabrik (istimewa) |
Kabarnusa.com – Serbuan tenaga kerja asing seiring masuknya era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) maka pemerintah diminta mengambil kebijakan tepat dalam mengantisipasi ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kinerja ekonomi Indonesia selama semester pertama 2015, mengalami perlambatan di mana pertumbuhann sebesar 4,71 persen, dibandingkan periode tahun lalu sebesar 5,14 persen.
Perlambatan kinerja perekonomian nasional ini, berimbas pada pelaku usaha nasional yang merumahkan pekerja, karena kurangnya distribusi dan permintaan pasar sehingga terjadi penumpukan.
Ketua bidang tenaga kerja Kornas Forum Keluarga Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Kornas Fokal IMM), Hendri Kurniawan mengatakan, sejak permulaan tahun ini, gejala perumahan karyawan/PHK sudah dirasakan dunia industri, terutama di sektor industri padat karya.
Penyebabnya, pengusaha yang punya stock barang berlebih dan menumpuk di gudang.
“Dari awal tahun 2015 sampai saat ini banyak industri yang stock barang masih di gudang sehingga menjadi beban pengusaha, dan pemerintah sendiri belum ada kebijakan progresif untuk mengatasi soal ini” tukasnya dalam siaran persnya diterima Kabarnusa.com, Jumat (31/7/2015).
Langkah pengusaha mengurangi karyawannya adalah solusi jangka pendek. Pasalnya, PHK untuk mengurangi beban dan untuk efisiensi biaya operasional.
Namun demikian, Hendri bisa memahami kondisi terjadi, tidak sepenuhnya menyalahkan pemerintah.
Sebab, perlambatan kinerja ekonomi nasional yang berefek pada fluktuasi nilai tukar rupiah juga disebabkan ekonomi global yang kunjung tak membaik.
Hendri meminta pemerintah bisa segera mengambil kebijakan strategis untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Tak kalah pentingnya, merealisasikan segera pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, rel kereta ganda, pelabuhan serta bandara untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan lainnya.
“Terlebih tahun ini menjelang MEA. Bila tidak bisa bersaing, maka industri kita akan kolaps,” katanya mengingatkan.
Kemenakertrans harus berdiri paling depan untuk deteksi dini gelombang PHK masal akibat perlambatan ekonomi.
Harus ada kebijakan ril untuk mengatasinya. Apalagi dengan akan masuknya tenaga kerja dengan china sebanyak 10 Juta pekerja sebagai kesepakatan pinjaman sebesar 650 triliun.
“Ini bisa bahaya, kita akan jadi penonton di negeri sendiri,” tutupnya. (gek)