![]() |
ilustrasi/net |
Denpasar – Ketua Majelis Hakim, I Wayan Sukradana mengingatkan pengunjung
sidang di Pengadilan Negeri Denpasar dan masyarakat lainnya agar berhati-hati
menggunakan media sosial jangan sampai mengumbar emosi atau kemarahan di
facebook jika tidak ingin berujung persoalan hukum.
Hal itulah yang terjadi dalam sidang dengan korban kasus pencemaran nama baik
di media sosial dengan terdakwa terdakwa Linda Paruntu Rempas (LPS).
Tulisan Linda “‘Mana orang kayak monyet dan mana yang kaya beneran?’
membawanya ke kursi pesakitan. Sidang lanjutan digelar di PN Denpasar dengan agenda mendengarkan keterangan
ahli, Selasa (8/9/2020)
“Dalam hal ini saksi ahli tidak menunjukkan definisi yang benar karena
sesungguhnya kalimat kayak monyet artinya seperti monyet yang jelas
menjelaskan bentuk penghinaan seperti yang di tag pada halaman akun Facebook
saya,” kata Simone Christine Polhutri (50) selaku korban.
Dirinya merasa heran, seharusnya terdakwa yang didakwakan kasus UU no 19 Thn
2016 tentang ITE sejatinya tidak boleh lagi bebas menggunakan gadget di media
sosial.
“Ini yang perlu diperhatikan, sebab hal ini sangat membahayakan,” katanya
mengingatkan. Sidang kasus pencemaran nama baik dengan Nomor 623/Pid. Sus/2020/PN Denpasar
ini cukup menarik perhatian pengunjung yang hampir memenuhi ruang sidang.
JPU Eddy Arta Wijaya dalam dakwaan pertama pasal 27 (3) juncto pasal 45, UU no
19 Thn 2016 tentang ITE, dakwaan kedua pasal 310 (1)&(2) KHUP dan dakwaan
ketiga Pasal 311 (1) dengan ancaman hukuman 4 Tahun.
Saat mendengarkan keterangan ahli, Hakim Sukradana sempat menanyakan, apakah
saksi sudah melihat seluruhnya posting screenshot antar kedua belah pihak?.
Karenanya, para pihak dipanggil untuk menjelaskan kembali pada saksi seraya
menerangkan bahwa makna dari suatu tulisan dengan ucapan verbal sesungguhnya
sangatlah berbeda.
Terkait makna ‘kalimat Mana orang kayak monyet dan mana yang kaya beneran?’
Saksi menjawab bahwa hal tersebut adalah rasa keingintahuan LPS yang ingin
meminta klarifikasi kepada Simone (Korban).
Ketua Majelis Hakim mengingatkan semua pengunjung bahwa hal ini merupakan
suatu pelajaran penting dalam kehidupan sehari untuk tidak mengumbar emosi
melalui ranah media sosial Facebook, seperti kasus ini seperti orang sedang
berbalas pantun.
“Hendaknya dalam suatu permasalahan jangan diumbar di media sosial sehingga
orang menjadi lepas kontrol,” katanya mengingatkan.
Terkait sesi saling bermaafan antar kedua belah pihak, korban Simone Catherine
mengatakan tetap memaafkan terdakwa namun dirinya mengingatkan agar hal ini
bukan berarti menghapuskan ancaman ataupun serta merta mengurangi putusan
pidananya nanti. (rhm)