![]() |
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menerima petisi pencabutan remisi terhadap Susrama yang diserahkan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali Sutrisno/istimewa |
DENPASAR – Massa yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bali (SJB) menyatakan kekecewaannya atas ketidaktegasan sikap Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly menyikapi petisi pencabutan remisi bagi I Nyoman Susrama, otak pembunuhan wartawan Radar Bali.
Kekecewaan massa gabungan berbagai elemen itu terungkap saat mereka mendapatkan jawaban Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM wilayah Bali, Sutrisno. Massa SJB kembali mendatang Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Ham wilayah Bali, di Jalan Raya Puputan, Denpasar, Jumat (1/2/2019).
Koordinator SJB Nandhang R. Astika mengaku kedatangan mereka guna menagih komitmen Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM wilayah Bali, Sutrisno yang pekan lalu berjanji menemui Menteri Yasonna guna menyampaikan petisi pencabutan Susrama, dalang pembunuhan jurnalis Jawa Pos Radar Bali, AA Gde Narendra Prabangsa.
“Kami tidak akan berhenti berjuang sebelum remisi Susrama dicabut,” teriak penasihat hukum SJB, I Made “Ariel” Suardana di sela aksi damai. Teriakan yel-yel cabut remisi, pembacaan puisi, hingga teatrikal ditampilkan mahasiswa. Tak lama kemudian Sutrisno datang di sela-sela pentas teatrikal.
Hanya saja, tidak ada kepastian yang disampaikan Sutrisno meskipun dia benar telah menyampaikan tuntutan petisi SJB untuk pencabutan remisi terhadap Susrama. Kepada massa, Sutrisno mengaku memang ke Jakarta menemui Yasonna dan Dirjen Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami atau lebih dikenal SPBU.
Namun, Menteri Yasonna tidak mengiyakan maupun menyanggupi tuntutan SJB. “Sudah menyampaikan semua tuntutan kawan-kawan pada Pak Menteri (Yasonna H. Laoly), baik secara lisan maupun tulisan. Termasuk tuntutan cabut remisi dan melakukan unjuk rasa sampai tuntutan dikabulkan,” kata Sutrisno.
Sutrisno kemudian menegaskan jika dirinya tidak memiliki kapasitas untuk memutuskan masalah tersebut. “Yang saya tahu pak menteri akan memerhatikan itu (remisi), kalau saya lihat dari raut wajah beliau,” sambungnya.
Karuan saja, apa yang diiungkapkan Sutrisno langsung diprotes massa. Massa tidak puas menilai sikap hanya dari raut wajah. “Wajah muram atau bagaimana? Yang jelas, Pak,” sahut seorang massa. “Ya, itu bahasa saya,” sergah Sutrisno.
Mendengar itu, Sutrisno disoraki massa karena kembali menegaskan posisinya yang tidak memiliki wewenang untuk memutuskan.
Kekecewaan massa cukup beralasan. Sebab, selain di Bali penolakan masif terjadi dari Sabang hingga Papua. Bahkan, Yasonna saat melakukan kunjungan kerja ke Papua juga disambut aksi demo pencabutan remisi.
Sekretaris Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali, Ambros Boli kembali menegaskan desakan pencabutan remisi Susrama. Remisi Susrama yang tertuang dalam Keppres No 174/1999 merupakan ancaman nyata bagi kebebasan pers dalam menjalankan tugasnya.
“Presiden harus segera mencabut remisi Susrama. Karena almarhum Prabangsa dibunuh sedang menjalankan tugasnya sebagai wartawan. Remisi ini menciderai kebebasan pers. Cabut remisi Susrama!” seru Ambros.
Senada dengan itu, disampaikan tokoh masyarakat Kota Denpasar, I Nyoman Mardika yang menolak segala bentuk pembungkaman wartawan.
“Memberi remisi pada pembunuh jurnalis sama dengan mengebiri kemerdekaan pers. Pers sebagai pilar demokrasi telah dikebiri. Tolak dan cabut remisi Susrama!,” tukas Sekjen PPMI Aristya Kerta Setiawan.
Massa dengan tertib membubarkan diri pukul 11.45 dengan kembali menuju titik awal. Para jurnalis yang tergabung SJB berasal dari beragam komunitas pers.
Mereka terdiri berbagai elemen diantaranya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI); Persatuan Wartawan Indonesia (PWI); Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI); Perhimpunan Jurnalis Nusa Tenggara Timur (Pena NTT); LBH Bali; Frontier Bali; AMP Bali; Manikaya Kauci; DPW MOI Bali; ProDem Bali; dan LMND Bali. (rhm)