Solidaritas Lawan KDRT Dideklarasikan di Bali

4 November 2018, 16:47 WIB

DENPASAR – Dilatarbelakangi keprihatinan atas maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) para pemerhati, aktivitas perempuan dan anak di Bali mendeklarasikan wadah Solidaritas Lawan KDRT.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang sejatinya dibuat untuk memberikan perlindungan terhadap korban KDRT terutama kaum rentan (perempuan dan anak-anak).

“Hanya saja, faktanya belum mampu memberikan perlindungan yang maksimal di lapangan,” ujar Ni Luh Anggraeni dari LBH APIK Bali dalam rilis.

Belum maksimalnya perlindungan terhadap perempuan yang menjadi retan atas kekerasan psikis dan fisik yang dialami, dapat menjadika Perempuan yang awalnya adalah korban dapat berubah menjadi pelaku.

Hal tersebut dapat dilihat pada keadaan dimana perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), selain mengalami luka fisik cenderung juga mengalami trauma (luka psikis) yang akan mengakibatkan korban mengalami depresi hingga gangguan psikologis.

Rentannya perempuan menjadi korban KDRT menimbulkan dampak negatif pada perempuan tersebut, dalam hal ini perempuan yang menjadi korban KDRT juga menjadi pelaku dari suatu tindak pidana.

Tindak pidana tersebut dapat terjadi karena korban KDRT yang berupaya melindungi dirinya atas KDRT yang ia alami maupun terjadi karena luka psikis yang dialami oleh korban KDRT.

Dengan demikian korban KDRT akan cenderung dihukum secara pidana padahal seyogyanya korban KDRT harus diberikan rehabilitasi untuk menyembuhkan trauma yang dialami korban. Ada dua kasus, contoh menimpa Ni Putu Septyan Parmadani di Sukawati Gianyar Bali, yang sebenarnya adalah korban dalam KDRT.

“Atas fenomena ini kami mendeklarasikan terbentuknya Solidaritas Lawan KDRT yang telah terbentuk pada tanggal 25 Oktober 2018,” tegas Anggreni diamini Mengajak Budawati dari LBH Bali Woman Crisis Center (WWC).

Para aktivis yang berhimpun, dalam Solidaritas Lawan KDRT terdiri dari elemen-elemen gerakan dan aktivis yang peduli dengan perlindungan terhadap korban KDRT dan hak-haknya.

Mereka adalah Bali Woman Crisis Center (Bali WCC), Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Bali, Tim Advokasi Perlindungan Anak (TAPA), Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Bali, Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Bali, LBH Apik Bali, Ladies Lawyer Bali, Luh Bali Jani, Lentera Anak Bali, Asosiasi Profesi Hukum Indonesia (APHI) Bali, Bali Sruti dan LBH Panarajon.

Dengan terbentuknya Solidaritas Lawan KDRT, kami berharap agar kedepanya, dapatdilakukan penyempurnaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Memberian advokasi terhadap perempuan yang sebenarnya adalah korban namun dapat berubah menjadi pelaku. Mendorong Masyarakat lebih peka terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga, sehingga korban lebih cepat mendapatkan perlindungan.

Selain itu, mengupayakan pemberian rehabilitasi terhadap korban KDRT baik fisik maupun psikis.

Lembaga yang berhimpun dalam Solidaritas Lawan KDRT yakni, Bali Woman Crisis Center (Bali WCC), Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Bali, Tim Advokasi Perlindungan Anak (TAPA), Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Bali, Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Bali, LBH Apik Bali, Ladies Lawyer Bali, Luh Bali Jani, Lentera Anak Bali, Asosiasi Profesi Hukum Indonesia (APHI) Bali, Bali Sruti dan LBH Panarajon. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini