Suara Pedagang dan Jukir Bergema, Pemprov DIY Tunda Pembongkaran ABA

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mewanti-wanti agar penataan kawasan, khususnya pembongkaran Tempat Khusus Parkir (TKP) ABA yang kelak akan bertransformasi menjadi ruang terbuka hijau (RTH), tak sampai merenggut rezeki wong cilik, terutama para jukir.

16 April 2025, 22:56 WIB

Yogyakarta– Riuh rendah suara ratusan pedagang dan juru parkir (jukir) memecah sunyi malam di kawasan Abu Bakar Ali (ABA), Malioboro, beberapa hari lalu.

Mereka tak gentar menyuarakan kegelisahan akan rencana relokasi yang membayangi mata pencaharian mereka.

Aksi spontan itu rupanya tak luput dari perhatian Sri Sultan Hamengku Buwono X. Sang Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan tegas mewanti-wanti agar penataan kawasan, khususnya pembongkaran Tempat Khusus Parkir (TKP) ABA yang kelak akan bertransformasi menjadi ruang terbuka hijau (RTH), tak sampai merenggut rezeki wong cilik, terutama para jukir yang menggantungkan hidupnya di sana.

Koordinasi intensif pun segera terjalin antara Pemda DIY dan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta. Hasilnya, angin segar berhembus. Penutupan dan pembongkaran TKP ABA yang semula dijadwalkan dalam waktu dekat, kini diundur.

Rupanya, perpanjangan kontrak sewa pengelolaan aset hingga 28 April 2025 menjadi salah satu pertimbangan krusial.

“Pak Wali dan sebagainya kan sudah koordinasi. Misalnya di TKP Abu Bakar Ali itu ada 100 juru parkir, maka akan hilang. Yang penting itu mereka tidak ditelantarkan sehingga bisa beralih di parkir Mandala Krida (sementara), Terminal Giwangan dan sebagainya,” tutur Sri Sultan, ditemui di Kompleks Kepatihan pada Selasa (15/4/2025), seolah menenangkan gejolak yang sempat mencuat.

Ngarsa Dalem bahkan telah menyiapkan sejumlah opsi relokasi, baik permanen maupun sementara, untuk menampung para jukir beserta area parkir. Terminal Giwangan dan lahan parkir Ketandan disebut-sebut sebagai lokasi relokasi permanen, sementara Stadion Mandala Krida disiapkan sebagai solusi sementara.

“Kita buka parkir juga di stadion Mandala Krida, itu bukan permanen, tapi Yang penting diopeni jangan ditelantarkan. Itu orang Yogya juga, mereka butuh makan, sekeluarga jangan ditelantarkan. Jika dipindahkan di Ketandan, orang berapa yang harus pindah di sana. Tapi itu permanen, kan gitu. Nanti yang di terminal Giwangan, kalau sudah dibuka itu permanen, jadi berapa,” urai Sultan dengan nada penuh perhatian.

Namun, nada berbeda terdengar saat Sri Sultan menyinggung keberadaan para pedagang di TKP ABA. Ia mengaku tak mengetahui bagaimana para pedagang bisa menempati lahan yang sejak awal diperuntukkan sebagai area parkir. Bahkan, Sultan mempertanyakan tuntutan fasilitas di lahan baru jika mereka ikut direlokasi.

“Yang suruh siapa? Saya nggak tahu, karena itu di maintenance sama Pemkot. Ya nanti kita cari pemecahan, tapi kita harus bicara sama Pemkot. Jika modelnya seperti ini tidak akan pernah selesai semua. Tempat parkir tapi dimasuki pedagang. Akhirnya kan tidak bertanggung jawab, tapi saya yang disuruh tanggung jawab,” imbuhnya dengan sedikit nada heran.

Senada dengan itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, Wiyos Santoso, membenarkan adanya perpanjangan kontrak sewa pengelolaan aset TKP ABA hingga 28 April 2025.

Langkah ini sejalan dengan arahan Gubernur DIY kepada Wali Kota Yogyakarta untuk mencari solusi bersama.

Kini, Pemkot Yogyakarta bergerak cepat menyiapkan alternatif relokasi bagi para pedagang ABA. Sebuah lokasi di Babadan/Batikan dengan daya tampung 168 kios tengah dipersiapkan.

“Rencananya para pedagang setelah pindah ke lokasi tersebut di kurasi Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta agar di tempatkan sesuai dengan jenis dagangannya. Kurasi pedagang yang ada di ABA baru sempat dilakukan hari ini supaya data seluruh pedagang yang ada di sana lengkap. Kurasi ini akan lebih memudahkan dalam menempatkan lokasi pedagang sesuai jenis dagangan,” jelas Wiyos.

Sementara itu, Dishub Kota Yogyakarta juga tengah melakukan identifikasi lokasi parkir alternatif, baik di badan jalan maupun di lokasi parkir khusus, yang dapat menampung para jukir ABA.

“Jika kurasi pedagang maupun jukir selesai dilakukan maka ada lokasi alternatif relokasi. Diharapkan bangunan ABA dapat dibongkar dan dipindahkan ke lokasi sementara di Parkir Ketandan pada 29 April 2025 nantinya,” pungkas Wiyos, memberikan sedikit kepastian.

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, tak ketinggalan menunjukkan komitmennya untuk menindaklanjuti arahan Gubernur DIY. Pihaknya tengah memetakan dan menyiapkan empat titik strategis sebagai kantong parkir sementara.

“Saya mengikuti apa yang menjadi arahan Ngarsa Dalem supaya kita itu empati, terus betul-betul mengurus orang-orang yang akan direlokasi. Kami memulai menyiapkan tempat-tempat yang sebelumnya mungkin tidak produktif, akan kami ubah menjadi produktif. Contohnya Terminal Giwangan, itu kan selama ini lahan tidur,” ujar Hasto dengan nada optimis.

Hasto melihat potensi pemanfaatan lahan lain, seperti di kawasan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Kota Yogyakarta (PASTY) sisi barat dan ruko-ruko kosong di Terminal Giwangan yang masih layak.

“Dalam penataan ini, Pemkot tidak hanya fokus pada urusan parkir, tetapi juga ingin menciptakan kawasan terpadu yang strategis serta membuka lapangan pekerjaan baru,” tegas Hasto.
Terkait penataan pedagang, Hasto menyerahkan sepenuhnya koordinasi kepada Pemda DIY, namun Pemkot siap memberikan dukungan penuh.

“Sedangkan terkait pemanfaatan lahan setelah relokasi parkir ABA, pihaknya masih menunggu arahan lebih lanjut karena kepemilikan tanah bukan berada di bawah kewenangan Pemkot Yogyakarta,” tutup Hasto.

Sebelumnya, gejolak penolakan relokasi memang sempat memanas. Ratusan pedagang dan jukir ABA menggelar aksi pada Jumat (11/4/2025) malam, menyuarakan kekhawatiran akan masa depan mereka.

Pengelola TKP ABA Yogyakarta, Doni Rulianto, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan audiensi dengan Dishub DIY dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIY pada 10 April 2025. Dalam audiensi tersebut, terungkap rencana pemindahan pedagang ke Pasar Batikan selama masa transisi, sementara penempatan jukir dan petugas kebersihan akan dipisah, salah satunya di parkir Tepi Jalan Umum (TJU).

Doni menyayangkan kurangnya sosialisasi resmi dari pemerintah terkait rencana pembongkaran TKP ABA. Informasi yang mereka dapatkan justru berasal dari pemberitaan media dan audiensi terbatas. Padahal, masa kontrak mereka telah berakhir pada 13 April 2025.

“Tapi kami malah belum mengetahui secara pasti lokasi pemindahannya. Padahal, pada tanggal 13 April 2025, masa kontrak mereka sudah habis,” keluhnya kepada wartawan.

TKP ABA saat ini menampung sekitar 230 pedagang, 162 jukir, dan 30 petugas keamanan. Setiap harinya, tak kurang dari 100 bus pariwisata dengan ribuan wisatawan memadati area parkir ini.

Meski demikian, Doni menegaskan dukungannya terhadap penataan kawasan, dengan catatan Pemda DIY terlebih dahulu menyediakan lokasi relokasi yang layak.
“Semoga para pejabat bisa mendengarkan nasib kami, masyarakat yang ada di Abu Bakar Ali ini, karena jumlahnya ratusan kepala rumah tangga, yang di rumah juga mempunyai keluarga yang harus dinafkahi,” harapnya dengan nada pilu.

Solidaritas pun mengalir dari para pedagang eks Teras Malioboro (TM) 2 dan tukang becak. Mereka turut hadir memberikan dukungan moral kepada sesama pelaku ekonomi di TKP ABA.

Supriyati, perwakilan pedagang Teras Malioboro, mengaku sengaja datang karena melihat pola yang sama seperti saat pemindahan PKL di Teras Malioboro.

“Saya melihat bahwa pemerintah hampir selalu melakukan upaya pecah-belah dan mengadu-domba untuk melemahkan perjuangan para pedagang. Mereka seperti saling lempar tanggung-jawab, dan tidak ada kejelasan tempat untuk relokasi ke depan akan seperti apa,” ungkap Supriyati dengan nada prihatin.

Supriyati menegaskan dukungannya kepada para pedagang dan jukir ABA, mengingat perjuangan mereka untuk mencari nafkah serupa dengan yang dialaminya sebagai pedagang Teras Malioboro.

“Kami akan terus bersama mereka yang terdampak revitalisasi Sumbu Filosofi. Jangan sampai nasibnya sama seperti kami, hanya untuk mengejar predikat di warisan budaya dunia dari Unesco saja, tapi melupakan esensi ekonomi rakyat,” ujarnya dengan nada getir.

“Mereka selalu hanya mengutamakan beautifikasi, predikat, tetapi tidak memikirkan dampak ekonominya bagi rakyat,” sesalnya.

Dengan adanya pengunduran waktu dan janji relokasi yang mulai menemui titik terang, harapan bagi para pedagang dan jukir ABA kini sedikit merekah. Namun, mereka akan terus mengawasi dan memastikan janji-janji tersebut benar-benar terwujud, demi keberlangsungan hidup mereka di jantung pariwisata Yogyakarta.***

Berita Lainnya

Terkini