Saut P Hutagalung (kanan) saat jumpa pers di Nusa Dua, (Foto:KabarNusa) |
KabarNusa.com,
Nusa Dua – Indonesia terus berupaya mendapatkan sertifikasi ekolabel
Marine Stewardship Council (MSC) atas hasil tangkapan ikan agar semakin
bisa diterima pasar internasional.
Saat ini, beberapa produk
perikanan tangkap asal Indonesia tak satupun mengantongi sertifikasi
MSC, meskipun sejak tahun 2009, telah mengajukan untuk mendapat
sertifikasi yang dipersyaratkan pasar dunia itu.
Kondisi itu,
Diakui Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP), Saut P Hutagalung lantaran ketatnya
persyaratan dan membutuhkan waktu cukup lama.
“Beberapa perikanan
tangkap yang telah diajukan untuk mendapat MSC seperti rajungan, tuna,
kepiting, kerapu dan cakalang,” sebutnya di sela konferensi Developing
WEolrd Fisheries Conference Kedua di Nusa Dua, Bali pada Selasa
(15/4/2014).
Kendati tidak mengantongi ekolabel MSC, kata Saut,
pasar perikanan dunia baik di Asia, Eropa dan Amerika, tetap mengakui
dan menerima produk ikan asal Indonesia.
Pasalnya, dunia
mengetahui, jika Indonesia telah masuk mengikuti program untuk
mendapatkan sertifikasi tersebut, sehingga hal itu menunjukkan adanya
komitmen kuat untuk memenuhi persyaratan sesuai standar internasional.
sertifikasi
MSC cukup penting karena tidak hanya menyangkut aspek sustainabel
keberlanjutan sumber daya perikanan di masa mendatang namun juga terkait
mutu yang berstandar dunia.
Bagi industri perikanan dunia
khususnya bagi negara berkembang, sertifikasi MSC menjadi pembahasan
bersama dalam konferensi Developing WEolrd Fisheries Conference Kedua di
Nusa Dua, Bali pada Selasa (15/4/2014).
“KOnferensi ini sangat
penting khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia dalam rangka
penguatan citra kita bersama 10 negara berkembang lainnya di India,
china, Amerika Latin dan Eropa,” ucap Saut.
Semua negara
menyadari, diperlukan upaya yang mendorong pembangunan perikanan
berkelanjutan sehingga penting artinya untuk negara-negara yang memiliki
potensi perikanan tangkap untuk mendapat sertifikasi msc pada beberapa
jenis komoditas perikanan.
“Sertifikasi MSC ini sangat penting,
sebab kalau tidak memenuhi seperti persyaratan, ya produk perikanan kita
tidak akan laku di pasar ikan dunia,” imbuhnya.
Sertifikasi
ekolabel MSC itu untuk memastikan bahwa semua produk perikanan tangkap
suatu negara telah memenuhi prinsip-prinsip yang lestari sejak proses
penangkapan, pengolahan hingga pemasaran.
Saut menambahkan,
Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di dunia berkepentingan
besar terhadap sertifasi MSC yang bersifat lestari untuk dua hal.
Pertama memenuhi persyararan pasar ekspor yang memiliki persyaratan
ekolabel.
Yang kedua, sertifikasi ekolabel merupakan dukungan
implementasi kebijakan Indonesia yang mendorong arah pengelolaan
perikanan yang lestari.
Lewat kebijakan pemerintah yang mendorong
dan memfasilitasi, perusahaan-perusahan ekspor ikan untuk bisa
mendapatkan sertikasi bergengsi itu.
Diketahui, Indonesia pada
tahun 2013, tercatat memiliki nilai ekspor perikaan mencapai USD 4,2
Miliar dengan rincian, ekspor tuna USD 764 Juta, rajungan USD 359 Juta,
kakap merah USD 11,7 Juta dan kerapu USD 29 Juta.
Semua produk
itu, masih dalam proses memperoleh sertifikasi MSC dan saat ini tengah
dilakukan program peningkatan bidang perikanan (fisheries improvemnet
programs) untuk mendapatkan full asseement untuk meraih sertifikasi MSC.
(gek)