Tirto dan Tempo Desak Kepolisian Ungkap Pelaku Peretasan dan Perusakan Situs

25 Agustus 2020, 20:40 WIB

IMG 20200825 203137

Jakarta–  Tempo.co dan Tirto.id, yang  menjadi korban peretasan dan perusakan situsweb pada Jumat, 21 Agustus 2020  mendesak kepolisian untuk mengungkap siapa pelakunya.

Kedua media siber itu bersama-sama melapor ke Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada pagi hari ini, Selasa, 25 Agustus 2020 sekitar pukul 09.00 WIB.

Pelaporan dilakukan di SPKT Polda Metro Jaya dan selesai sekitar pukul 11.30 WIB. Pada saat melaporkan, kedua media ini didampingi oleh LBH Pers, YLBHI, dan SAFEnet.

“Sebagaimana orang yang rumahnya dibobol oleh maling, saya merasa Tirto.id yang tercatat adalah milik saya, telah diobrak-abrik oleh maling dan sebagaimana warga negara yang baik, saya melaporkan ke kepolisian untuk segera mengusut dan menemukan siapa pelaku kriminal yang sudah masuk ke Tirto.id dan merusak artikel-artikel yang ada di dalamnya,” ujar  Pemimpin Redaksi Tirto.id Atmaji Sapto Anggoro sebelum dipanggil oleh petugas SPKT PMJ.

Sapto dipanggil pertama untuk didengar laporannya. Laporan Tirto.id telah terdaftar dengan Nomor Laporan LP/5.035/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ

Sapto Anggoro melaporkan kepada polisi bahwa ada yang meretas akun email editor Tirto.id, lalu masuk ke sistem manajemen konten dan menghapus 7 artikel Tirto.id, termasuk artikel yang kritis tentang klaim obat corona.

Dia didampingi oleh penasihat hukum menduga bahwa pelaku telah melanggar aturan hukum yang telah diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Pers, yang tertulis orang yang menghambat dan menghalangi kerja wartawan dapat dipidana.

Bunyi lengkap pasal tersebut sebagai berikut: “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tabun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).”

Selain itu dalam laporan juga disebutkan ada dugaan pelanggaran pidana sesuai pasal 32 ayat 1 UU ITE yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.”

Adapun hukuman untuk pelanggar Pasal 32 ayat 1 dijelaskan pada Pasal 48. Bunyinya,

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.

Sedangkan pelaporan Tempo.co dilakukan oleh Setri Yasra selaku Chief Editor Tempo.co. Ia dipanggil tidak lama menyusul Tirto.id dan saat ini telah terdaftar dengan Nomor Laporan LP/5037/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ

Dalam pengaduannya, Setri Yasra melaporkan bahwa situs Tempo.co tidak bisa diakses sejak 21 Agustus 2020 pull 00.00 WIB dan kemudian peretas merusak tampilan halaman Tempo.co dan muncul tulisan “Stop Hoax, Jangan BOHONGI Rakyat Indonesia, Kembali ke etika jurnalistik yang benar patuhi dewan pers. Jangan berdasarkan ORANG yang BAYAR saja. Deface By @xdigeeembok.”

Laporanran disertai keterangan kronologi yang dialami oleh Tempo. Atas kejadian ini, Tempo mengalami kerugian imaterial dan material dan karena itu melaporkan ke polisi atas dugaan adanya tindak pelanggaran hukum berdasar pasal 18 ayat 1 UU Pers dan pasal 32 ayat 1 UU ITE.

Pelaporan ke kepolisian berjalan lancar dan selesai sekitar pukul 11.30 WIB. Direktur LBH Pers Ade Wahyudin, SHI selaku salah satu penasihat hukum bagi kedua media menyatakan bahwa pelaporan ini adalah langkah awal dari upaya mengungkap siapa pelaku peretasan dan menegakkan hukum secara adil untuk melindungi kebebasan pers di Indonesia.

“Dengan pengaduan ke polisi harı ini, kami berharap kepolisian bisa bergerak cepat melakukan penyelidikan, menelusuri bukti-bukti untuk menemukan dan sekaligus memproses hukum pelaku kriminal yang telah meretas dan merusak media-media ini.

Sekalipun hari ini hanya ada dua media yang hadir melaporkan, tetapi sebenarnya yang mengalami peretasan dan perusakan lebih dari ini dan itu belum menghitung jumlah jurnalis, aktivis, yang karena kritis dan vokal harus mengalami peretasan, doxing, dan hingga ancaman yang merusak sendi-sendi demokrasi dan kebebasan pers.

“Oleh karena itu, kami ingin kepolisian serius menanggapi laporan klien kami untuk membuktikan bahwa Negara hadir melindungi hak-hak warganya!” tutup Wahyudin. (rhm)

Artikel Lainnya

Terkini