![]() |
(foto:humas ugm) |
Kabarnusa.com – Gelar doktor kehormatan diberikan Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta kepada Dato’ Sri Tahir karena dinilai memiliki
perhatian dan komitmen tinggi untuk meningkatkan kesehatan dan
kemanusiaan melalui filantropi.
Gelar Doctor Honoris Causa diberikan itu untuk bidang kedokteran, kesehatan masyarakat dan kemanusiaan.
Prof.
Dr. dr. Hardyanto Soebono, Sp.KK (K) selaku promotor mengatakan, Dato’
Sri Tahir dinilai berjasa dalam pengembangan pendidikan dan pengajaran
dalam satu atau sekelompok bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan sosial
budaya, kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Jasa-jasa
yang diberikan sangat bermanfaat bagi kemajuan, kemakmuran dan
kesejahteraan bangsa dan negara khususnya serta umat manusia pada
umumnya.
Aktivitas filantropi penerima gelar doktor kehormatan mencakup bidang keilmuan yang sangat luas.
“Besarnya
jasa beliau dalam mendorong mutu pelayanan kedokteran, kesehatan
masyarakat dan kemanusiaan mendorong Fakultas Kedokteran mengusulkan
Dato’ Sri Prof. Tahir, MBA,” kata Hardyanto Soebono dalam sambutannya di
Balai Senat, Jum’at (22/1/2016).
Di bidang kedokteran,
kesehatan masyarakat dan kemanusiaan, menurut Hardyanto, Dato’ Sri
Tahir memiliki kontribusi yang luar biasa, terutama dalam memerangi
penyakit-penyakit, seperti HIV/AIDS, Tuberkulosis dan Malaria.
Ketiga
penyakit ini tidak saja merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
menempati prioritas tinggi karena beban penyakit yang tinggi di
Indonesia, namun juga membutuhkan tingkat pembiayaan yang sangat tinggi.
“Komitmennya
yang tinggi juga ditunjukkan pada program Keluarga Berencana sebagai
faktor yang jika tidak dikendalikan akan melipatgandakan kompleksitas
program kesehatan,” katanya dinukil dalam laman ugm.ac.id.
Adapun
pembiyaan untuk menjalankan program-program kesehatan untuk memerangi
HIV/AIDS, Tuberkolosis dan Malaria di Indonesia mendapat dukungan
pendanaan dari the Global Fund.
Lewat kegiatan
filantropi, Dato’ Sri Tahir menunjukkan dedikasinya kepada negara ini
dengan memberikan dana berimbang dengan Bill Gates, filantropis dunia,
kepada the Global Fund.
“Selain memperluas akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan melalui fasilitas pelayanan
kesehatan rumah sakit, Dato’ Sri Tahir memberikan bantuan pengobatan
penuh bagi penderita kanker anak dibawah 12 tahun yang tidak mampu
secara ekonomi,” terang Hardyanto.
Dalam pidato
penganugerahan, Dato’ Sri Tahir menyatakan budaya filantropi bukan
budaya minta-meminta, namun merupakan budaya yang visioner.
Kata
dia, budaya transformasi ide-ide yang memiliki fokus untuk bersama-sama
bekerja dengan ketulusan komitmen masing-masing pemangku dan pelaku.
Karenanya,
dalam perkembangan filantropi kedepan, kesan dan peran pemberi dan
penerima diharapkan akan semakin mengecil dan melebur menjadi satu dalam
peran pengembangan ide cemerlang secara bersama-sama.
Di
abad ke-21 ini menurut Tahir terdapat kecenderungan pertumbuhan
filantropi yang terjadi di Asia. Masyarakat Indonesia sebagai bagian
dari masyarakat Asia, sudah saatnya menyiapkan diri mengelola kegiatan
filantropi dengan baik.
Bagi Tahir ke depan filantropi
layak berkembang menjadi budaya baru, yaitu budaya mengalihkan sumber
daya atau aset dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Karenanya,
budaya yang memiliki kemiripan dengan tata kelola perusahaan ini harus
memiliki beberapa kesiapan seperti tata kelola perusahaan yang
berorientasi komersial pada umumnya.
“Filantropi bukan
semata-mata untuk melaksanakan kewajiban yang “tax-deductable, kegiatan
yang biayanya dapat mengurangi beban pajak, seperti CSR. Karenanya
kedepan, perlu dikembangkan berbagai forum filantropi nasional, dimana
kita berharap UGM dapat memimpin,” papar Chairmant Mayapada Group
tersebut.
Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati,
M.Sc., Ph.D., memberikan apresiasi atas pemberian gelar doktor
kehormatan untuk Dato’ Sri Tahir.
Pemberian gelar
doktor kehormatan di bidang kedokteran, kesehatan masyarakat dan
kemanusiaan merupakan pemberian gelar yang ke-23, setelah sebelumnya
sejumlah tokoh nasional pernah menerima gelar serupa. (ari)