rumah yang dirusak warga di Jembrana |
Kabarnusa.com-Kepala Desa Tukadaya I Made Budi Utama menuding kisruh yang terjadi terhadap warga hingga mengakibatkan tiga unit rumah dan satu bagunan yang sedang dikerjakan hancur, lantaran kurang responnya Pemkab Jembrana terhadap masalah yang terjadi di desanya.
Bupati Jembrana, tidak segera merespon masalah sengketa tanah tersebut. Padahal permasalahannya terjadi sejak lama.
”Kami sudah sering melaporkan permasalahan ini kepada Pemkab Jembrana. Tapi kurang direspon sehingga terjadi permasalahan seperti ini,” terangnya saat ditemui Senin (11/5/2015) malam di Tukadaya.
Menurutnya, jika Pemkab cepat merespon permasalahan, dia meyakini permasalahannya tidak sampai berbuntut pengerusakan.
Sebulan yang lalu, Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan BPNKP Jembrana, sempat turun ke lokasi tanah sengketa untuk melakukan pengukuran.
Namun pengukuran tersebut urung dilaksanakan karena pihak Samsi yang mengklaim sebagai pemilik tanah meminta pengukuran ditunda dengan dalih akan membicarakannya dengan keluarganya.
“Dandim yang hadir juga saat itu sempat memberi waktu kepada Samsi paling lama seminggu harus sudah dilakukan pengukuran ulang. Samsi juga diminta untuk tidak melakukan pembangunan dan itu disanggupi oleh Samsi,” ujarnya.
Namun hingga sekarang, masalah tersebut tidak ditindak lanjuti lagi. Dan Samsi menurut Budi Utama sempat memagari tanah serta melanjutkan pembagunan, sehingga warga menjadi kesal dan melakukan pengerusakan.
Menurutnya, tanah tersebut awalnya merupakan tanah timbul akibat penataan dan penyenderan sungai Tukadaya.
Lantaran Desa Pakraman Tukadaya tidak memiliki Catuspata (perempatan agung) untuk tempat pecaruan, desa pakraman kemudian mengajukan permohonan ke Pemkab Jembrana agar diberikan menggunakan tanah tersebut.
Berdasarkan permohonan tersebut, tahun 2012 Bupati Jembrana I Putu Artha memberikan rekomendasi pengelolaan tanah tersebut diberikan kepada desa pakraman setempat.
Sejak itulah tanah timbul tersebut digunakan sebagai Catuspata. Setiap desa pakraman setempat melakukan pecaruan dilaksanakan di lokasi tersebut (catuspata)
Namun sejak setahun lalu, menurut Budi Utama, muncul Samsi dan keluarganya yang sebelumnya tinggal di Dusun Pebuahan, Kecamatan Negara, Jembrana, menempati tanah tersebut.
”Dia langsung membangun rumah. Tapi diawal pembangunannya kami sudah menegur berulang-ulang agar tidak membangun di tanah itu. Tapi dia tetap membandel dengan alasan tanah itu miliknya. Dia punya SPPT, kami juga tidak mengerti kenapa dia bisa dapatkan SPPT,” tutur Budi Utama.
Lantaran terus membandel, pihaknya melaporkannya kepada Bupati Jembrana. Bahkan Budi Utama mengaku sering menyampaikan laporan permasalahan tersebut.
“Tapi kenyataannya justru kurang mendapat respon dari pemerintah daerah. Hingga akhirnya terjadi masalah ini,” pungkasnya.(dar)