![]() |
Marcel Lothar Manfred Naverst (Foto:KabarNusa) |
KabarNusa.com, Denpasar – Seorang warga negara Balanda, Marcel Lothar Manfred Naverst melaporkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Sugeng Riyono ke Komisi Yudisial (KY) karena diduga melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Marcel melaporkan Sugeng ke KY karena saat menjadi Ketua Majelis Hakim dalam perkara Nomor 106/Pdt.G/2013/PN.Denpasar, diduga melanggar kode etik.
Tidak hanya Sugeng, angota majelis hakim dalam perkara itu, yakni hakim anggota lainnya Cening Budiana dan Daniel Pratu juga dilaporkan ke KY RI di Jakarta.
Marcel yang beralamat di Jalan Raya Senggigi Lombok Barat NTB, melaporkan selaku Kuasa dari ayah kandungnya Cornelis Jan Dirk Navert sekaligus Penggugat dalam perkara Nomor 106/Pdt.G/2013/PN.Dps, di Denpasar, Rabu (16/4), menerangkan laporannya ke KY tersebut
Kami telah melaporkan Ketua PN dan anggota majelis hakim yang menangani perkara tersebut ke KY dengan bernomor 2014031701 tertanggal 17 Maret 2014 dan dibuat di Jakarta,” jelas Marcel Lothar Manfred Naverst dalam keterangan tertulisnya di Denpasar Rabu (16/4/2014)
Dia mengantar sendiri laporan itu ke Kantor KY di Jalan Kramat Raya Nomor 57 Jakarta Pusat. Sesuai tanda terima/ penyerahan, surat laporan itu diterima pegawai KY bernama Rista Magdalena pada 17 Maret 2014 pukul 13.37 WIB.
Sebagai dasar atau pertimbangan laporan itu, sambung Marcel, berangkat dari sengketa perkara secara perdata maupun pidana menyangkut beberapa bidang tanah yang telah diputus di PN Denpasar.
Diregister dengan nomor 0402/III/2014/P sesuai tanda terima. Terkait perjalanan surat laporan itu, kini sedang proses administrasi dengan nomor 0170/L/KY/III/2014 tertanggal 23 Maret 2014,” sebut Marcel.
Sesuai laporan ke KY, kata dia, ada tanda-tanda patut diduga bahwa majelis hakim melanggar kode etik, karena sejak awal gugatan sampai pembuktian, pelapor sangat yakin jika gugatan dikabulkan tapi usai kesimpulan, keyakinannya berubah bahwa gugatan akan ditolak.
Ketika pada tanggal 27 sampai 29 Oktober 2013 diselenggarakan Munas IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) bertempat di Hotel Kuta Paradiso Kuta yang dimiliki Tergugat III (Harijanto Karjadi) dan Tergugat IV (Shellisa Kiki Karjadi) yang sampai sekarang menguasai obyek sengketa.
“PN Denpasar sebagai tuan rumah Munas tersebut, sehingga ini sangat mungkin melanggar kode etik,” tegas Marcel.
Secara terpisah, Ketua PN Denpasar, Sugeng Riyono menjelaskan, bahwa laporan ke KY itu sebagai hak setiap orang. Pihak yang kalah dalam berpekara juga punya hak untuk itu.
“Laporan itu hak mereka, silahkan saja, tim KY pasti mempelajarinya secara hati-hati. Soal penggunaan hotel Paradiso Kuta itu tidak ada kaitannya dengan perkara,” sergahnya.
Menurutnta, penentuan lokasi tersebut murni kewenangan panitia di pusat. Pihaknya di daerah sebagai undangan.
Apalagi, Munas IKAHI itu tidak hanya menggunakan hotel Paradiso tapi juga hotel di sekitarnya. “Panitia juga membayar secara profesional,” jelas Sugeng.
Terkait keputusan majelis hakim, kata Sugeng, hal itu sudah sesuai fakta persidangan.
“Penggugat tidak mampu menunjukkan bukti-bukti kepemilikan. Sementara itu, para Tergugat bisa menunjukkan bukti jual beli beserta akta notarisnya,” tutup Sugeng sembari menyebutkan dirinya belum menerima tembusan laporan itu. (rma)