YLKI: Undang-Undang Kesehatan Abai terhadap Perlindungan Anak pada Produk Adiktif

Fenomena lemahnya regulasi pengendalian tembakau untuk melindungi anak menjadi sorotan YLKI pada peringatan Hari Anak 23 Juli 2023.

26 Juli 2023, 07:03 WIB

Jakarta – Dalam pandangan Yayasan Perlindungan Konsumen YLKI pada memon 23 Juli 2023, sebagai Hari Anak Nasional patut perlu disorot fenomena lemahnya regulasi pengendalian tembakau untuk melindungi anak.

Menyikapi Hari Anak Nasional, tak bisa dipisahkan oleh aksi DPR dan juga pemerintah, yang seminggu lalu mengesahkan UU Omni Buslaw Bidang Kesehatan. Kendati banyak menuai protes dan kontroversi, DPR tetap melenggang mengesahkan UU Kesehatan. Banyak pihak yang sangat kecewa terhadap pengesahan UU Kesehatan oleh DPR tersebut, yang dipenuhi oleh dugaan patgulipat (tidak transparan), terutama dari sisi proses dan atau bermasalah dari sisi substansi (konten).

Salah satu poin krusial substansi dalam UU Kesehatan dimaksud, adalah tidak adanya penguatan aspek pengendalian tembakau, khususnya dari sisi iklan, promosi dan marketing produk tembakau/rokok. Nihilnya penguatan thd aspek iklan/promosi/marketing produk tembakau, akan berdampak signifikan thd:

Pertama, Anak dan remaja dijadikan obyek dan target utama iklan/promosi dan marketing oleh industri rokok. Fenomena seperti ini sudah berlangsung lama, seperti iklan rokok di pasang di area sekitar sekolah (kurang dari 100 meter), atau maraknya warung warung yang menjual rokok di sekitar sekolah. Atau bahkan SPG produk rokok yang berkeliaran di sekitar sekolah.

Kedua, Merespon hal ini, YLKI dan jaringan organisasi pengendalian tembakau, telah mengusulkan dengan sangat serius pada proses pembahasan di PANJA DPR untuk RUU Kesehatan. Namun usulan usulan tersebut tak digubris sama sekali oleh PANJA DPR, dan DPR mengesahkan RUU Kesehatan tersebut tanpa melakukan perubahan dan penguatan apapun untuk aspek pengendalian tembakau yang berdimensi untuk melindungi anak, dan remaja.

Ketiga, Nihilnya aspek penguatan regulasi pengendalian tembakau pada UU Kesehatan tersebut, klkmaksnya akan meningkatkan prevalensi merokok pada anak dan remaja yang saat ini sudah mencapai 9,1 persen. Dalam lima tahun ke depan, karena regulasi pengendalian tembakau terus melemah, maka prevalensi merokok pada anak bisa melambung menjadi 15 persen.

Keempat, dampak yang lebih masif, melambungnya prevalensi merokok pada anak akan mereduksi kualitas bonus demografi pada 2045. Dengan masifnya prevalensi merokok pada anak akan melahirkan “generasi cemas”, bukan generasi emas, sebagaimana diklaim oleh pemerintah;

Kelima YLKI menduga bahwa melemahnya aspek regulasi pengendalian tembakau pada UU Kesehatan, tak lepas dari fenomena intervensi oleh industri rokok. Ini hal yang lazim, industri rokok akan memandulkan substansi sebuah regulasi yang bertujuan pengendalian konsumsi. Kalau perlu industri rokok akan membatalkan (delete) suatu regulasi.

Sungguh tragis jika proses pembahasan dan substansi UU Kesehatan tidak steril dari campur tangan oleh industri adiksi ini, yakni industri rokok. ***

Berita Lainnya

Terkini