Kabarnusa.com – Berkat kemampuannya dalam membangun argumentasi atas disertasi berjudul
“Konsep Kepastian Hukum dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”, Jimmy Z Usfunan meraih predikat cum laude pada program doktoral Universitas Udayana.
Yang membanggkan, pria kelahiran Denpasar 12 Oktober 1985 ini berhasil mengukir pretasi sebagai dokter termuda pada usia 29 tahun luklusan Universitas Udayana (Unud).
Jimmy berhasil mempertahankan disertasinya pada ujian Terbuka Promotor Doktor di UNud Senin 25 Mei 2015.
Dia menjadi doktor kedua pada progam studi Ilmu Hukum dan doktor ke 449 Program Pasca Sarjana Unud.
Dia menjelaskan, konsep kepastian hukum yang diangkatnya ini berangkat banyaknya Undang-Undang dan Peraturan Daerah (Perda) yang dibatalkan.
“Dalam kurun waktu tahun 2003-2015 terdapat 159 UU yang dibatalkan Makamah Konstitusi dan ribuan Perda yang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri,” sebut bapak satu anak itu.
Ini menunjukan, UU buatan badan Eksekutif maupun Legislatif tidak memiliki kepastian Hukum. Padahal, dalam konstitusi sudah dijelaskan bahwa UU harus menjamin kepastian hukum, tetapi ketika dibatalkan, di sini menunjukkan ketidakpastian hukum,” jelasnya.
Dalam Kontitusi, UU dihasilkan harus mempunyai kepastian Hukum. Untuk itu, dengan metode yang dibangun dalam disertasi ini bisa menghasilkan UU dan Perda yang menjamin kepastian Hukum sesuai dengan yang diamanatkan Konstitusi.
Konsep kepastian hukum dalam pembentukan UU dan Perda yang dipaparkan dalam ujian doktor tersebut untuk mencoba membangun argumentasi dari antitesis ketidakpastian hukum.
Seperti mengenai kelemahan hukum tertulis yang tidak dapat menjangkau kasus-kasus yang kompleks atau generalisasi terhadap semua orang dengan kasus yang sama, padahal memiliki fakta yang berbeda.
Akibatnya, hukum sebagai suatu aturan yang mengabaikan nilai keadilan. Ketidakpastian hukum, lanjut dia, juga bisa ditunjukkan dengan adanya kekosongan hukum terhadap kasus-kasus lain, ketidakjelasan aturan serta konflik norma dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
“Kasus semacam ini yang menjadi kelemahan hukum tertulis itu sendiri,” tukas mantan aktivis PMKRI itu.
Dikatakan, dalam hal peraturan perundang-undangan tidak dapat menjangkau kasus-kasus berat, memang perlu disadari keterbatasan manusia membuat aturan yang kompleks.
Setiap aturan akan berkembang ketika berhadapan dengan masalah pada realita. Namun, bukan berarti perancang undang-undang dan peraturan daerah terpaku dengan stigma ini.
Kata dia, di sinilah perancang atau drafter undang-undang dan perda harus berpikir secara mendalam mengenai kasus-kasus yang didapatkan dalam fakta yang ada maupun memprediksi kasus-kasus yang terjadi kedepan.
“Melalui upaya mencari kelemahan-kelemahan dari aturan yang dibuatnya itu melalui pengujian publik,” sambung dia.
Dengan semakin banyaknya publik dilibatkan untuk berpartisipasi, kata Jimmy akan semakin memperkaya kajian-kajian normatif maupun empirik dari aturan tersebut.
Ketidakjelasan aturan semacam ini dalam artian norma kabur memunculkan interpretasi dalam penerapannya.
Hal ini dikarenakan maksud pembentuk undang-undang atau peraturan daerah menjadi tidak jelas akibat ketentuan teks.
Di samping itu drafter juga harus menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan dalam hirarki yang lebih tinggi, serta diperlukan pemba Di samping itu drafter juga harus menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan dalam hirarki yang lebih tinggi, serta diperlukan pembatasan interpretasi melalui dimensi sosial,” tandasnya.
Disertasi JImmy dipertahakankan di hadapan pimpinan sidang Direktur Program Pascasarjana Unud Prof Dr dr AA Raka Sudewi SpS (K), kopromotor Prof Dr I Made Pasek Diantha SH MS, kopromotor I Prof Dr I Wayan Parsa SH MH, kopromotor II Dr I Gede Yusa SH MH.
Juga penyanggah lain seperti Prof Dr Tatiek Sri Djatmiati SH MS, Prof Dr I Gusti Ngurah Wairocana, Dr I Nyoman Suyatna SH MH, Dr I Gede Marhaendra Wija Atmadja SH MH, dan Dr I Putu Gede Arya Sumertayasa SH MH. (kto)