BI Ajak Stakeholder Pariwisata Rumuskan Strategi Persaingan Destinasi Wisata Dunia

28 Mei 2020, 20:39 WIB
webinar%2Bbi
Kepala BI Bali Trisno Nugroho mengungkapkan, Bali merupakan daerah yang paling terdampak dari turunnya kunjungan wisman/ist

Denpasar – Dengan melihat perkembangan pandemi virus corona Covod-19 di seluruh dunia, pemerintah dan seluruh stakeholder pariwisata di Bali diharapkan segera merumuskan berbagai strategi untuk terus bisa bersaing dengan destinasi wisata lainnya di berbagai negara.

Kepala Perwkailan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho menyatakan hal itu dalam Webinar: Roadmap to Bali’s Next Normal. “Is Bali ready for a MICE Business”, Kamis (28/5/2020).

Turut hadir dalam forum itu, Wakil Gubernur Provinsi Bali, Prof. Dr. Ir. Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Ketua Bali Tourism Board, Bapak Ida Bagus Agung Partha Adnyana, Kepala Politeknik Pusat MICE Jakarta Christina L Rudatin, DOSM Westin
Resort Nusa Dua dan BICC Saraswati Subadia dan Direktur Pengembangan
Bisnis EMEA at Simpleview Christian Ortlepp dan puluhan peserta lainnya.

Mencermati perkembangan ekonomi global terkini, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2020 di banyak negara menurun tajam seiring dengan meluasnya pandemi COVID-19. IMF WEO memprakirakan ekonomi global 2020 mencatat pertumbuhan negatif hingga -3%.

Berbagai upaya penanggulangan penyebaran covid 19 telah dilakukan mulai dari lock down, social distancing dan protokol kesehatan. “Pembatasan aktivitas produksi, konsumsi dan distribusi tersebut menyebabkan penurunan kinerja perekonomian negara negara di seluruh dunia,” ulasnya.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga kita alami. Sumber perlambatan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Penurunan permintaan domestik menekan kinerja komponen pertumbuhan ekonomi, terutama konsumsi swasta akibat COVID-19.

Trisno melanjutkan, pada triwulan I 2020 perlambatan ekonomi terjadi di seluruh wilayah dengan yang terdalam di Jawa dan Balinusra. Hanya dua provinsi yang mencatat kenaikan pertumbuhan ekonomi, yakni Kalimantan Selatan dan Papua karena ditopang oleh perbaikan kinerja pertambangan.

Sementara itu, juga terdapat 2 provinsi yang mencatat kinerja ekonomi yang terkontraksi yakni DIY Yogyakarta dan Bali. Di tengah pandemi COVID-19, pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan I 2020 mengalami perlambatan.

Tertahannya kunjungan wisatawan ke Bali menyebabkan kinerja ekonomi Bali terkontraksi sebesar -1,14% (yoy). Memasuki triwulan I 2020, kunjungan wisman sempat meningkat di Bali. Namun, pertumbuhan kunjungan wisman menurun tajam di penghujung triwulan I 2020.

Hal ini menjadi penyebab kontraksi pada komponen ekspor jasa. Trisno mengungkapkan, Bali merupakan daerah yang paling terdampak dari turunnya kunjungan wisman tersebut.

Akumulasi inbound wisman periode Januari s/d Maret 2020 mengalami kontraksi sebesar -21,82% (yoy), dengan penurunan terdalam pada wisman asal Tiongkok sebesar -64,24% (yoy).

Namun demikian, penurunan inbound tourism di Indonesia masih lebih moderat dibanding negara-negara lainnya.

Singapura, Thailand, Korea Selatan, Jepang dan Hongkong mencatat penurunan yang lebih dalam dengan ditetapkannya restriksi kunjungan wisman untuk mengendalikan penyebaran COVID-19.

Menyikapi perkembangan COVID-19 di seluruh dunia, kita perlu merumuskan berbagai strategi untuk terus bersaing dengan destinasi wisata lainnya di berbagai negara.

Tren pariwisata diperkirakan akan mengalami perubahan. Pandemi COVID-19 menimbulkan disrupsi pada dunia pariwisata dan preferensi/perilaku wisatawan.

Di era pasca Pandemi, wisatawan akan mengedepankan aspek safety, hygene and cleanliness atau yang sering kita sebut sebagai kondisi “New Normal”. Sejumlah negara sudah mulai merencanakan untuk membuka perjalanan internasional ke negara tertentu.

Di Eropa Utara, Latvia, Lithuania, dan Estonia, sudah sepakat untuk mengizinkan penduduknya untuk melakukan perjalanan ke masing-masing 3 negara tersebut (Balitic Travel Bubble).

Australia dan New Zealand berencana akan menerapkan travel bubble tanpa karantina 14 hari. Vietnam, Thailand dan Singapura juga mulai melakukan persiapan untuk membuka sektor pariwisata.

Pemerintah, pelaku usaha dan stakeholder terkait harus mampu beradaptasi / menciptakan inovasi sebagai respon terhadap perubahan dalam rangka meningkatkan daya saing dan bersiap menghadapi kondisi New Normal, dengan menerapkan protokol kesehatan pada setiap lini, termasuk membangun Non-Cash Payment Environment.

“Berbagai tantangan yang dihadapi oleh pariwisata Bali perlu kita jawab bersama. Sebagaimana kita ketahui, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah membuat strategi Pemulihan Pariwisata Indonesia melalui program CHS (Cleanliness, Health, & Safety) Pariwisata Indonesia,” tuturnya.

Untuk Program CHS Pariwisata Indonesia, Kemenparekraf juga telah menentukan 3 daerah prioritas termasuk Bali. Menghadapi berbagai tantangan di tengah pandemi COVID-19, kita semua harus bekerjasama dan saling bahu membahu.

Bank Indonesia berkomitmen untuk terus bersinergi dengan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, otoritas, instansi, asosiasi, pelaku usaha, dan seluruh lapisan masyarakat dalam meningkatkan kinerja ekonomi Indonesia khususnya pertumbuhan ekonomi Bali yang akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali.

“Dengan koordinasi dan sinergi yang baik dari seluruh pihak, kami yakin kita semua pasti bisa memasuki norma-norma baru pasca pandemi COVID-19,” demikian Trisno. (rhm)

Artikel Lainnya

Terkini