ilustrasi/net |
JAKARTA – Dalam menyikapi peristiwa ledakan bom di terminal busway Kampung Melayu, Jakarta Timur masyarakat diminta agar bersikap arif dan tidak melakukan hal-hal yang justru bisa melahirkan teror baru.
Hal itu disampaikan pihak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta masyarakat arif dan bijaksana dalam menyikapi aksi teror bom pada, Rabu (24/5/17) malam.
“Penyebarluasan gambar atau video potongan tubuh korban dan konten lain yang berpotensi menimbulkan kengerian agar dihentikan,” jelas epala Sub Direktorat Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Andi Intang Dulung dalam keterangan tertulisnya
Ia mengatakan, masyarakat harus memahami bahwa penyebarluasan konten kengerian sebagai akibat dari sebuah peristiwa terorisme adalah teror yang sebenarnya. Karenanya, masyarakat jangan terpancing. Kejadian di Kampung Melayu mungkin hanya memakan tujuh korban luka dan jiwa.
“Tetapi ketika gambar atau video potongan tubuh korban disebarluaskan, jutaan orang akan menjadi korban baru,” tukas Andi. Dicontohkan, peristiwa terorisme yang terjadi di Jl. Thamrin, Jakarta, Januari 2016 silam.
Saat itu kejadian terlokalisir hanya di satu titik, namun konten kengerian yang tersebar luas, salah satunya melalui media sosial, menjadikan Jakarta dan sekitarnya lumpuh. “Kengerian yang timbul sebagai dampak peristiwa di Thamrin jangan terulang,” katanya menegaskan.
Selain ke masyarakat, Andi meminta media massa pers berlaku sama dalam memberitakan peristiwa ledakan di Kampung Melayu. Gambar atau video berbau kengerian diminta tidak ditampilkan. “Jika memang tidak bisa tidak ditampilkan, mohon dikaburkan. Jangan secara gamblang ditayangkan dan menebar teror baru ke masyarakat,” pintanya.
Masih dalam dalam pernyataannya Andi mengingatkan, perkembangan dunia terorisme menunjukkan kelompok pelaku sudah memanfaatkan media massa, termasuk pers, untuk ikut menyebarluaskan dampak peristiwa teror untuk melipatgandakan kengerian yang timbul.
“Masyarakat yang mengetahui media massa yang menebarkan kengerian, silahkan lapor ke Dewan Pers atau KPI (Komisi Penyiaran Indonesia),” tutup Andi. (des)