Dua Perupa Lintas Generasi Gelar Pameran Bersama di Gorontalo

21 November 2017, 22:50 WIB

perupa%2Bdegorontalo

GORONTALO – Dua perupa lintas generasi Fandhy Rais dan Pipin Idris, menggelar pameran seni rupa bersama bertajuk “On Paper ” akan digelar 21 – 30 November 2017 di Riden Baruadi Gallery, Kota Gorontalo.

Kedua tokoh seni anggota kelompok Perupa Gorontalo itu, akan menuangkan garis, warna dan ekspresi rupa di atas kertas. Penyelenggara pameran, Hairudin Ali mengatakan selama pameran berlangsung, akan diramaikan dengan sejumlah kegiatan.

“Ada macam-macam, seperti diskusi seni rupa, sketsa bersama, workshop water color, workshop conte, hingga respon puitik karya seni,” ujar Hairudin dalam siaran persnya.

Diketahui, Fandhy Rais perupa otodidak dari generasi lebih senior. Dia telah mengikuti pelbagai pameran di dalam dan luar Gorontalo. Kali ini Fandhy Rais akan tampil dengan karya-karya cat air di atas kertas dengan berbagai obyek juga tema.

Sebut saja objek danau Limboto, alam lingkungan, hewan, tokoh, alam tak benda, juga aktivitas sehari-hari.

Sedangkan Pipin Idris, alumni jurusan seni rupa Universitas Negeri Gorontalo, adalah perupa muda yang juga dikenal serba bisa. Karya-karnya tidak sebatas di atas kanvas, namun juga mencakup karya-karya patung, terutama kayu.

Pipin akan tampil dengan objek potret, aktivitas nelayan, abstraks dengan mengandalkan bubuk Conte di atas kertas. Ais mengatakan, karya karya yang dipamerkan sebelumnya telah diseleksi dan dikurasi oleh tim kurator Riden Baruadi Gallery.

Pameran kali ini merupakan hasil kerjasama dengan berbagai pihak, antara lain, Gurat Institut, Makuta Creative, DeGorontalo, dan beberapa donatur tetap Gallery.

Kurator Galeri Riden Baruadi Wayan Seriyoga Parta, mengatakan, kehadiran kertas seiring dengan derap laju peradaban manusia. Dalam catatan sejarah kertas pertama kali dipakai oleh bangsa Cina sekitar abad pertama Masehi atas temuan Ts’ai Lun.

Kertas telah lama menjadi media untuk mencatatkan pemikiran dan pengetahuan manusia, selain juga menjadi media bagi kreasi artistik para seniman.

“Di Cina kertas sebagai media kreativitas seni lukis telah sangat mapan kedudukannya, kertasnya pun diproduksi khusus dengan bahan bambu sehingga menghasilkan media kertas yang memiliki kualitas dan juga nilai artistik,” ujar mengajar jurusan seni rupa, Universitas Negeri Gorontalo ini.

Sebagai media artistik, kertas telah mengalami perkembangan yang panjang, akan tetapi media kertas belum mampu menyaingi rezim kain (kanvas) yang telah menjadi medium dominan di dalam sejarah perkembangan seni rupa dunia.

Kata dia secara harfiah media kertas memang memiliki kelemahan tersendiri, sangat ringkih, mudah robek dan tidak tahan terhadap cuaca. “Namun keringkihan media ini tidak mengurangi surutnya keinginan perupa untuk menuangkan gairah artistiknya di kertas,” katanya.

Genre seni lukis tertentu seperti seni lukis cat air dan seni lukis tinta di Cina, tidak dapat dilepaskan dari media kertas.

Kekuatan kertas di dalam menyerap warna cat air sulit digantikan dengan media seperti kanvas, bagi seni lukis cat air nilai artistik dan estetikanya justru terletak pada kekuatan kertas dalam menyerap warna.

Selain genre teknik basah (berbasis air), kertas juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari teknik kering seperti dengan media, pensil, kerayon, pastel dan konte (hitam).

Teknik-teknik kering tersebut juga mengandalkan efek artistik dari tekstur kertas, karena itu terdapat produksi khusus kertas yang diperuntukkan sebagai media untuk teknik kering.

Kekuatan artistik yang dimiliki kertas inilah juga yang mendasari kreativitas dua perupa Gorontalo, yaitu Fandhy Rais dan Pipin Idris yang memamerkan karya-karyanya di Riden Baruadi dalam tajuk “On Paper”.

Fadhy Rais memakai teknik basah cat air (water colours) dan Pipin Idris memakai teknik kering memakai konte.

Tentunya pilihan teknik dan media tersebut turut berpengaruh dalam menentukan karakter artistik karya-karya mereka, karya Fandy sangat kaya warna sementara karya Pipin cenderung hitam putih.

Perbedaan karakteristik tersebut menghadirkan nuansa tersendiri di dalam pameran ini, dan tepat juga kemudian pameran ini juga disebutkan sebagai versus, tetapi tentunya dalam makna dan nilai yang estetik.

Kekuatan perbedaan teknik dan media menjadikan karya-karya memiliki nilai representasinya tersendiri yang dapat dinikmati langsung oleh audien khususnya di Gorontalo. (des)

Artikel Lainnya

Terkini