Jakarta – Hari Ulang Tahun ke-61 Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi momentum penting untuk merefleksikan capaian dan merumuskan arah pembangunan ke depan. Sebagai bagian dari generasi muda Sultra yang saat ini tengah menempuh pendidikan di luar daerah, kami dari Himpunan Mahasiswa Sulawesi Tenggara (HIMA Sultra) Jakarta ingin menyampaikan harapan terhadap komitmen pembangunan yang semakin inklusif, berkelanjutan, dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Sebagian besar masyarakat di Sultra menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan kelautan. Ketidakpastian disektor ini langsung berdampak pada akses pendidikan anak-anak mereka. Karena itu, beasiswa menjadi sangat penting, bukan hanya membantu individu, tetapi juga menjaga masa depan daerah. Ini adalah langkah strategis yang patut kita dukung bersama.
Harapannya program Beasiswa harus menjangkau lebih luas, menyentuh lebih banyak lapisan masyarakat, dan terus ditingkatkan setiap tahunnya. Karena ketika pendidikan menjangkau pelosok dan semua kalangan, saat itulah kita menanamkan benih perubahan yang akan tumbuh berlipat di masa depan.
Kami percaya satu hal: masyarakat yang terdidik akan memiliki peluang lebih besar untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dan masyarakat yang lebih sejahtera serta teredukasi akan menghasilkan generasi yang lebih kuat, mandiri, dan siap bersaing di tingkat nasional maupun global. Pendidikan bukan hanya soal gelar, tapi tentang membangun pola pikir, kemandirian, dan keberanian untuk memajukan daerahnya.
Kami harus mengakui, tantangan besar masih membayangi di lapangan. Petani dan nelayan, yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat, masih sering dibiarkan dalam posisi lemah. Ironisnya, di saat sektor pertambangan berkembang pesat, justru manfaatnya minim dirasakan masyarakat Sultra, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi lokal. Sebaliknya, petani dan nelayan yang menjaga urat nadi kehidupan daerah ini malah menjadi kelompok yang paling rentan.
Petani, misalnya, banyak yang sepenuhnya menggantungkan hidup dari lahan mereka, tapi hasil kerja keras mereka sering tak sebanding dengan harga jual di pasar. Tengkulak masih menjadi masalah klasik yang memutus harapan petani untuk mendapat nilai ekonomi yang layak dari hasil panennya.
Pemerintah daerah perlu hadir lebih kuat, dengan kebijakan dan program yang melindungi posisi tawar petani—seperti pembentukan koperasi tani, stabilisasi harga melalui penyerapan hasil panen, hingga penyediaan jalur distribusi langsung ke pasar.
Demikian pula nelayan, melalui bantuan alat tangkap modern, pelatihan pengolahan hasil laut, dan akses pembiayaan usaha agar mereka tidak hanya bertahan tetapi berkembang.
Kami percaya bahwa Sultra yang maju adalah Sultra yang memberikan ruang tumbuh bagi semua lapisan masyarakat. Kolaborasi antara pembangunan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi rakyat harus menjadi fondasi utama. Kami, mahasiswa Sulawesi Tenggara di perantauan, siap berkontribusi secara aktif melalui gagasan, jejaring, dan kerja-kerja nyata untuk mendukung pembangunan daerah.
Dirgahayu Provinsi Sulawesi Tenggara ke-61.
Mari terus bergerak, membangun Sultra yang cerdas, adil, dan berpihak pada rakyatnya.***