Jakarta – Kebijakan makroprudensial hijau perbankan menjadi kunci bagi keberhasilan transisi menuju hijau.
Hal itu disampaikan Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Didit Widiana dalam paparanya kepada media belum lama ini.
Dia menyatakan kebijakan makroprudensial hijau memberikan insentif kepada perusahaan hijau.
Lanjutya, bank menjadi kunci keberhasilan transisi menuju ekonomi hijau untuk mencegah semakin kerusakan lingkungan lebih luas dan perubahan iklim yang dapat mengakibatkan risiko fisik dan risiko transisi.
Dengan demikian akan mendorong perusahaan untuk beralih dari brown firms menjadi green firms.
Nantinya, bank memberikan diskon suku bunga atas kredit hijau, sehingga perbankan sebagai lembaga penyedia dana akan menjadi motor transisi menuju ekonomi hijau.
Dikatakan Didit Widiana, perbankan harus meningkatkan porsi kredit hijau, Untuk memenuhi target penurunan emisi karbon, sehingga perusahaan non-hijau akan mengalami hambatan akses keuangan.
Debitur bank dalam konteks ini, akan melakukan penyesuaian proses bisnis, investasi hijau atau membeli kredit karbon untuk mendapatkan pembiayaan yang lebih kompetitif dari bank.
Kondisi ini nantinya berimplikasi pada stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan.
Karena itu, Bank Indonesia turut mendorong pengembangan ekonomi-keuangan hijau melalui kebijakan makroprudensial hijau.
Sejumlah ancaman risiko harus diperhatikan, jika ekonomi keuangan hijau tidak difokuskan.
Risiko tersebut seperti banjir, badai, gelombang tinggi, kekeringan akibat terjadinya perubahan iklim yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi tanpa memikirkan dampak lingkungan.
Lebih lanjut, kebijakan ekonomi keuangan hijau seperti LTV hijau, dimana uang muka kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) hijau dapat lebih rendah.
Selanjutnya, insentif makroprudensial hijau, dengan insentif giro Rupiah bank di Bank Indonesia bagi bank yang menyalurkan kredit hijau. Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) hijau, dimana insentif pemenuhan RPIM melalui kredit dan SSB hijau.
Diketahui, kegiatan ekonomi yang mengabaikan lingkungan akan menyebabkan perubahan iklim yang bisa berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Seiring meningkatnya teknologi, saat ini pun terjadi revolusi industri.
Kata Didit Widiana konsep revolusi industri tersebut, semua kegiatan bisa dilakukan dengan lebih cepat dan efisien serta meningkatkan produktivitas.
Tetapi revolusi industri ini menghasilkan banyak emisi oleh proses produksi yang lebih cepat tersebut. Sehingga lama kelamaan bumi yang hijau ini menjadi penuh polusi.
Kondisi yang kurang memperhatikan keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan ini memunculkan gagasan ekonomi hijau yang berwawasan lingkungan.
Ekonomi hijau ini merupakan bagian dari keuangan berkelanjutan yang digagas oleh Bank Indonesia. ***