Gubernur Bali I Wayan Koster (kiri) saat menerima Sekjen Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto/ist |
Denpasar – Jika Bali bisa mengembangkan energi bersih makan akan menjadi daya tarik lain bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Pulau Dewata.
Sekjen Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto menyatakan, draft
rencana umum energi daerah (RUED) Bali sudah selesai, sudah dikirim ke
pusat.
RUED bisa digunakan sebagai acuan APBD dan menyukseskan program
energi bersih dan mandiri energi di Bali, serta mendorong lebih jauh
penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai.
“Kebetulan Pergubnya sudah ada dan Bali jadi yang terdepan untuk
pengembangan energi bersih dan mandiri. Dasar hukumnya di Bali sudah
sangat kuat, tinggal SOP-nya yang disusun hingga pembangunan
infrastrukturnya,” ujar Siswanto saat bertemu Gubernur Bali Wayan Koster di rumah dinas Jayasabha Denpasar Jumat
21 Februari 2020.
Pengembangan energi di daerah sangat berpengaruh
kepada target nasional untuk energi baru terbarukan, di mana target
nasional 12, 5%,” kata Djoko Siswanto.
Kalau Bali bisa jadi pusat pengembangan energi
bersih, secara otomatis akan menambah persentase secara nasional yang
kini baru mencapai angka 9%. Dari tahun ke tahun, angka ini diharapkan
terus meningkat.
Misalnya, ke depan akan ada kebijakan yang mensyaratkan
pembangunan rumah dan gedung baru memasang rooftop berupa solar cell.
“Jika energi bersih makin berkembang di Bali tentu bisa jadi daya tarik
lain bagi wisatawan untuk datang ke Bali,” ujar dia.
Gubernur Koster mengatakan, kebijakan energi
Provinsi Bali mengarah kepada penggunaan energi bersih terbarukan serta
tengah dirancang penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai untuk
beroperasi di jalan raya Pulau Dewata.
“Kita sedang siapkan SOP-nya, sehingga mulai dari rumah tangga, hotel
hingga tempat umum bisa mengaplikasikannya. Akan segera kami
sosialisasikan,” ujar Ketua DPD PDI Perjuangan
Provinsi Bali.
Kebijakan ini, menurutnya, memiliki latar belakang dari kearifan
lokal di Bali, satu pulau dengan filosofi yang berakar dari tatanan
budaya, menjaga alam yang bersih dan hubungannya dengan manusia.
Selain itu, posisi Bali sebagai destinasi wisata dunia, sebagai
penyumbang wisatawan asing terbesar untuk Indonesia, membuat kami sangat
berkepentingan pada kebutuhan akan energi bersih, energi
berkesinambungan dan energi mandiri.
“Selama ini energi kita masih
di-supply dari Jawa (Paiton, red) sehingga jika di sana terjadi sesuatu,
kita akan kena imbasnya,” ucapnya.
Bali mandiri energi adalah kebutuhan yang vital, jadi didorong
terus policy tersebut.
“Kita butuh kepastian akan tersedianya energi
secara berkesinambungan sebagai salah satu faktor pendukung utama
industri pariwisata di Bali. Kita penuhi kebutuhannya, bahkan kita
sediakan lebih sehingga ada cadangan energi,” katanya.
Kemudian, ada pembangunan pembangkit listrik baru seperti tenaga
angin, air, gas dan lainnya, yang lokasinya tersebar, sehingga jika mati satu
tidak mati semua.
Di Bali saat ini semua pembangkit tenaga listrik sudah
menggunakan gas, sehingga lebih bersih. Sedangkan untuk di Celukan
Bawang yang masih menggunakan batubara, akan dibuatkan sistem yang
menjadikannya lebih ramah lingkungan, ucapnya.
“Tahun ini kita targetkan semua kebijakan tentang energi ini
sudah bisa berjalan di Bali. Baru hanya Bali yang punya kebijakan
seperti ini di Indonesia. Rumah hingga hotel kita arahkan untuk memasang
solar cell,” tandasnya.
Dengan mengoperasikan kendaraan listrik
berbasis baterai selain dapat mengurangi polusi udara dari pembakaran,
juga mengurangi polusi suara karena suara yang dihasilkan motor listrik
sangat minim.
“Kita tak ingin hanya jadi konsumen, namun juga jadi
produsen kendaraan listrik, di mana industri pabriknya akan dibangun di
Bali,” demikian Koster. (rhm)