Batur – Ratusan warga Desa Adat Batur tumpah ruah menyambut kedatangan Patulangan Kang Palinggih Dane Jero Gede Kawanan (Alitan) pada Rabu (22/1) petang. Prosesi adat menjemput patulangan yang berwujud raja ikan ini berlangsung meriah di Pertigaan Batur-Payangan. Ritual panyamleh dan iringan gong menjadi ciri khas penyambutan tersebut.
Patulangan yang telah dibuat di Puri Saren Campuhan Ubud ini diangkut dengan truk menuju Batur pada sore hari. Uniknya, iring-iringan mobil VW klasik dan komunitas jeep turut serta dalam perjalanan ini.
Iring-iringan patulangan menempuh rute Ubud-Kedewatan-Payangan-Bayunggede-Batur dengan melibatkan masyarakat Desa Adat Bunutan sebagai pendamping. Setelah perjalanan selama 2,5 jam, rombongan tiba di Pertigaan Batur-Payangan.
Ribuan warga telah berkumpul di lokasi tersebut untuk menyambut kedatangan patulangan. Prosesi penurunan patulangan dilakukan diiringi oleh Gong Gede Batur dan dilanjutkan dengan arak-arakan menuju Jaba Pura Ulun Danu Batur yang dipimpin oleh Tempek Jero Batu Dangin.
Profesor Tjokorda Gde Raka Sukawati menjelaskan bahwa patulangan kaang yang digunakan untuk upacara ini sangat istimewa. Beliau mengatakan, “Patulangan ini hanya untuk orang yang sangat dihormati, seperti Palinggih Dane Jero Gede Alitan.
Ia menjelaskan, Patulangan Kaang digarap menggunakan material seperti kayu, bambu, serta hiasan-hiasan lain. Adapun kayu utamanya adalah kayu yang telah dipilih dan disiapkan oleh Jero Gede Batur Alitan sesuai dengan wasiatnya sebelumnya.
“Lama pembuatanya kurang lebih dua minggu, digarap setiap malam sampai jam 1 dini hari bersama-sama dengan pembuatan bade tumpang sembilan,” ucapnya.
Sebagai bentuk pengabdian kepada Ida Bhatari Dewi Danuh, Guru Besar Universitas Udayana ini menginisiasi pembuatan Bade Tumpang Sia dan Patulangan Kaang yang sangat istimewa. Beliau menyampaikan bahwa karya ini merupakan wujud bakti kepada Ida Bhatari Sesuhunan di Batur, sekaligus upaya untuk memperkokoh hubungan spiritual antara Ubud dan Batur yang telah terjalin sejak masa lalu.
Pangemong Pura Ulun Danu Batur, Jero Penyarikan Duuran Batur, mewakili Jero Gede Duhuran Batur, menambahkan bahwa Patulangan Kaang dan Bade Tumpang Sembilan dibenarkan digunakan sebagai penghormatan terakhir ketika Palinggih Dane Jero Gede Alitan Batur Alitan lebar (wafat).
Ia mengatakan hal tersebut tersurat di dalam lontar Pratekaning Usana Siwa Sasana yang adalah salah satu bagian dari lontar Rajapurana Pura Ulun Danu Batur.
Pada lembar 19 lontar Pratekaning Usana Siwa Sasana dijelaskan bahwa Jero Gede Batur yang merupakan panyunggi Ida Bhatara Sakti Batur merupakan seorang danghyang (orang suci) sehingga ketika wafat dibenarkan menggunakan Bade Tumpang Sia dan Patulangan Kaang untuk Jero Gede Alitan dan Tumpang Solas (Sebelas) dan Lembu untuk Jero Gede Duhuran.
Jero Penyarikan, yang juga seorang akademisi di Prodi Sastra Jawa Kuno, menegaskan bahwa penggunaan bandusa tumpang salu dan pelaksanaan upacara mamanah toya di Pura Jati adalah hal yang diperkenankan.
Konsep Jero Gede Batur sebagai Dalem Sesanglingan yang merepresentasikan Dalem Bali untuk masyarakat subak dan Bali Pegunungan menjadi landasan kuat bagi penggunaan bade dan patulangan dalam upacara ini.
Oleh karena itulah, kajang yang digunakan dalam upacara palebon Jero Gede Alitan adalah Kajang Dalem yang dianugerahkan langsung oleh Dalem Klungkung.
“Jero Gede Batur dalam susastra kami sesungguhnya adalah seorang raja rsi yang posisinya sangat sentral bagi masyarakat agraris subak dan masyarakat Bali Pegunungan. Ini dapat kita lihat pula pada lontar Catur Dharma Kalawasan dan sejumlah tradisi di sejumlah desa Batun Sendi Batur,” kata dia.
Kajang yang digunakan dalam upacara palebon Jero Gede Alitan adalah Kajang Dalem yang secara khusus dianugerahkan oleh Dalem Klungkung.
Hal ini menunjukkan kedudukan istimewa Jero Gede Batur sebagai seorang raja rsi yang memiliki peran sentral dalam masyarakat agraris subak dan masyarakat Bali Pegunungan. Hal tersebut termaktub dalam lontar Catur Dharma Kalawasan serta tercermin dalam sejumlah tradisi di desa-desa Batun Sendi Batur.” ***