KPPU Dalami Dugaan Diskriminasi Driver Ojol di Medan

15 Mei 2019, 20:25 WIB
grab
ilustrasi

Medan – Maraknya perang tarif hingga promo jor-joran operator penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi dan perlakuan diskriminasi Grab terhadap mitra driver mereka kini tengah didalami Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) wilayah Medan.

Selain mendalami perang tarif dan perlakuan diskriminasi, pascapenyesuaian penerapan tarif baru ojek online, KPPU juga terus mendalami perlakuan penyedia aplikasi tersebut terhadap konsumen mereka.

“Untuk penyelidikan indikasi diskriminasi yang Grab masih tetap berjalan. Kita tunggu hasil tim di Jakarta ini sudah karena dianggap kasus nasional,” kata Ketua KPPU Daerah Medan, Ramli Simanjuntak dalam keterangan, Senin 13 Mei 2019.

Diketahui, penyedia layanan ojek online Grab disebutkan menjalankan pola diskriminasi terhadap para driver mitra kerja mereka di Medan.

Aplikator berbagi tumpangan asal Malaysia itu, dalam prakteknya lebih memprioritaskan memberikan pesanan bagi mitra pengemudi Grab Car yang berada di bawah naungan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (PT TPI), dari pada mitra yang belum tergabung dalam naungan anak perusahaan tersebut.

Adanya perlakuan diskriminasi itulah yang kemudian memicu terjadinya aksi unjuk rasa mitra pengemudi di Medan. “Tim sedang bekerja. Jadi kita tunggu aja. Masih dalam penyelidikan, jadi belum mau dibuka,” tulis Ramli dalam layanan pesan singkat.

Menyoal adanya aksi perang tarif yang terindikasi ke arah monopoli, Ramli menegaskan, belum ada temuan yang mengarah ke dugaan tersebut. Meski demikian, pihaknya tetap memonitor dampak perang tarif yang jor-joran itu.

Dalam kerangka itulah, pemerintah sebelumnya telah memberlakukan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KP 348 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.

Pengamat ekonomi Kota Medan Gunawan Benyamin, menilai pemberlakuan tarif baru ojek online, ini memicu masih berlangsungnya perang tarif, promo dan diskon antar penyedia layanan ojek online saat ini.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 yang menjadi dasar hukum tidak mengatur secara spesifik tentang aturan promo yang menjadi salah satu pemicu perang tarif.

“Kondisi ini harus menjadi perhatian khusus karena langkah yang diambil pada akhirnya tidak menguntungkan semua pihak,” sambung Gunawan dalam keterangan resminya.

Karena itulah, dia mengkhawatirkan, sehingga sebaiknya ojol membentuk asosiasi yang menaungi kepentingan bersama, “Jangan dibiarkan sehingga memicu persaingan yang tidak sehat,” saran dia.

Lebih jauh lagi, indikasi terjadinya perang tarif ini hanya akan menguntungkan ojol yang memiliki modal besar. Usaha transportasi lain justru akan mengikut apa yang dilakukan perusahaan besar.

Pada akhirnya, praktek yang muncul di lapangan, bentuknya monopoli atau oligopoli ditandai ojol yang dominan. Sejauh ini, belum diperoleh penjelasan dari pihak Grab terkait masalah tersebut. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini